Sebuah video berdurasi satu menit empat belas detik menunjukkan cairan keluar dari pipa ukuran besar. Cairan itu tampak kental seperti lumpur dan berwarna kuning kecoklatan mengalir langsung ke bibir sungai.
“Ini loh mas, ketepatan membuang (limbah), mas. Dari tambak Blok C ini, mas. Bagaimana ini? Sungai sampai seperti ini. Jika begini terus habis, kepiting juga habis, ikan juga pada mati akhirnya. Jika dibuangi limbah seperti ini terus, tidak berumur, mas. Bisa-bisa mati seperti petani yang bergantung pada sungai.”
Begitu suara dalam video yang diunggah akun instagram @juangkepanjen.jember, awal Februari 2025.
Dalam penelusuran Indoklik, visual itu berlokasi di pesisir di Desa Kepanjen, Gumukmas, Jember. Menurut keterangan akun itu dijelaskan, limbah itu berasal dari tambak udang vaname yang berada di area tersebut.
“Limbah tersebut jelas mengandung B3, sedang sungai adalah sumber utama untuk menghidupi wilayah pertanian dan ekosistem sungai itu sendiri. Semenjak hadirnya tambak modern, selain mengundang rusaknya lingkungan hidup, masyarakat setempat terancam mata pencahariannya,” tulis akun tersebut.
Saluran Limbah Diduga Milik Tambak Udang Modern
Arif Sukoco, Ketua Kelompok Perjuangan Masyarakat Kepanjen (KPMK) membenarkan video itu. Dia bilang, visual itu berada di salah satu titik pembuangan limbah milik salah satu tambak modern di sekitar Kepanjen.
“Benar, mas. Itu dari warga setempat yang kirim. Temuan itu berada di titik milik salah satu tambak modern di Kepanjen. Sebenarnya warga setempat sudah lama resah atas pembuangan limbah tambak udang modern di sekitar Kepanjen ini,” katanya, Selasa (4/2/2025).
Arif bilang, pembuangan limbah serupa memang sudah lama terjadi dan disuarakan. Tapi sampai saat ini, limbah tetap dibuang sembarang. Padahal, tambak itu mestinya memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tiap unit tambak udang dan dilakukan dengan tepat.
Dia menambahkan, limbah itu tak hanya mencemarkan sungai sekitar, juga merusak lahan pertanian warga setempat. Hadirnya tambak modern di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Jember, salah satunya di Kepanjen, telah berdampak serius terhadap kerusakan lingkungan yang berdampak pada terancamnya ruang hidup dan penghidupan masyarakat.
“Dampaknya sangat terasa. Dari masyarakat petani hingga nelayan. Air sungai tercemar. Lahan petani banyak yang tidak bisa ditanami. Ada yang masih bisa, tapi produktifitas merosot dibandingkan sebelum ada tambak modern ini. Sementara nelayan, merasa kesulitan dapat ikan. Kerusakan ini diakibatkan dari Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) tambak modern yang buruk sehingga menyebabkan pencemaran terhadap sungai dan laut,” jelasnya.
Dia bilang, sungai yang awalnya menjadi sumber utama masyarakat untuk mengairi lahan pertanian dan tambak tradisional kini tercemar oleh limbah tambak modern.
Arif mengungkapkan, kondisi sungai saat ini tidak dapat digunakan masyarakat sebagai sumber pengairan sehingga petani yang melakukan budidaya ikan (tambak tradisional) maupun sawah mengalami penurunan hasil produksi akibitnya masyarakat terus merugi.

Ancam Aktivitas Nelayan dan Ikan-ikan Menjauh
“Selain ke sungai, limbah tambak juga ada yang dibuang langsung ke laut dan itu mengakibatkan penurunan hasil pendapatan nelayan yang mencari ikan di tepian karena ikan-ikan yang berada di pinggir kini semakin jauh ke tengah,” katanya.
Setiyo Ramires, Wakil Kelompok Nelayan Mustika Laut di wilayah Kepanjen juga membenarkan temuan itu. Menurutnya, limbah itu berasal dari saluran pembuagan limbah di sisi utara salah satu tambak modern setempat.
Menurutnya, temuan serupa sering dijumpai sejak dari awal tambak modern itu ada. Ada juga yang langsung ke laut.
“Harusnya, IPAL itu kan dibuat dan dikelola dengan benar oleh perusahaan tambak. Soal ini, saya dulu pernah ajukan ke Pak Bupati Haji Hendi, sudah disidak hasilnya nihil. 2021 ajukan hearing ke dewan juga disidak hasilnya juga nihil. Ke Dinas Perikanan Jember sudah kami sampaikan dan ke PPL yang ada di Gumukmas sudah, tapi hasilnya nihil,” katanya, Kamis (6/4/2025).
Dia mengungkapkan, pembuangan limbah tambak udang modern itu berdampak kepada petani dan nelayan di dua desa: Mayangan dan Kepanjen.
Setiyo menegaskan, tambak modern di kawasan itu ditutup. Pasalnya, sudah merusak lingkungan dan sudah banyak menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi petani dan nelayan setempat.
“Walau tambak tersebut sudah ada izinnya seperti punya sertifikat, tapi sudah merugikan nelayan dan petani, mending ditutup saja,” katanya.
Foto Utama: Visual limbah tambak udang yang keluar dari saluran ukuran besar. Saluran ini diduga milik salah satu tamak udang vaname (tambak modern) di Desa Kepanjen. (Tangkapan layar dari video yang beredar)
Penulis : Abd Gafur
Editor : Abd Gafur