Komunitas Tanoker Ledokombo dan SuaR Indonesia mengajak pegiat pers dan media sosial untuk peka isu hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR). Ajakan itu dilakukan pada Rabu (25/06/2025) di Gedung RRI Jember dan dikemas dengan “Media Summit 2025: Peran Media dalam Membuka Tabir Tabu HKSR dan Mewujudkan Kebijakan yang Responsif Terhadap Hak Orang Muda”.
Kegiatan itu menghadirkan beberapa pegiat media arus utama dan pegiat media sosial, DP3AKB Jember, perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pers Mahasiswa, Komunitas Informasi Masyarakat, MTs Tarbiyatul Ihsan, Diskominfo Jember, Guru Setara SMPN 1 Ledokombo, SMPN 1 Silo, SMPN 3 Ledokombo, SMP Al Falah, MTs Nurul Mannan, dan alumni Squad PKRS, hingga Forum Anak Desa.
Suporahardjo, Direktur Tanoker Ledokombo bilang, dalam menulis sebuah isu, media arus utama dan jurnalisnya tak hanya mengandalkan unsur What (Apa), Who (Siapa), When (Kapan), Where (Di mana), Why (Mengapa), dan How (Bagaimana). Namun perlu paham isu dan perspektifnya.
“Begitupun ketika akan menulis isu HKSR. Dalam isu ini, perlu paham isunya. Karena. Ada beberapa hal tertentu yang perlu diperhatikan. Misal menulis sebuah kasus, pengambilan anglenya pun perlu berperspektif korban, begitu juga dari diksi yang dipakai dalam tulisan itu,” ujar Supo.
Supo berharap, kegiatan itu bisa memberi wawasan baru bagi pegiat media yang sejauh ini belum memahami isu HKSR dan jadi pengingat bagi yang sebelumnya pernah belajar isu tersebut.
Programer officer SuaR Indonesia, Budiman Widyanarko mengatakan, sudah seyogyanya pegiat media massa juga media sosial paham isu HKSR, karena sangat memungkinkan membangun opini publik dengan sangat cepat.
“SuaR sendiri pernah beberapa kali ajak media arus utama untuk berdiskusi soal ini. Kami pun bikin grup yang di situ diberi nama media inklusi. Tujuannya, agar bisa berkolaborasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang isu ini,” jelasnya.
Nurhadi, Project Manager Power To Youth Tanoker bilang, media punya peran yang signifikan dalam membuat perubahan melalui narasi yang siarkan.
“Menurut saya, media massa, khususnya media online yang banyak menyampaikan informasi dalam bentuk tulisan itu sangat memungkin untuk membuat perubahan melalu tulisannya. Kita tahu, bahwa tulisan itu tajam untuk bisa menembus pikiran pembaca,” katanya.
Dia meminta pegiat media turut terlibat untuk berikan pemahaman kepada masyarakat soal isu HKSR yang sejauh ini masih dianggap tabu. Menurutnya, peran media sangat diperlukan dalam memperjuangkan isu ini. Termasuk untuk mengetuk pintu pemangku kebijakan agar peka melihat isu ini.
“Sebagai komunitas, kami menyadari untuk selalu perjuangkan isu ini untuk kepentingan mimpi generasi di masa depan. Tapi, kami juga butuh media yang secara fungsi bisa menjadi penyambung lidah publik untuk bisa menembusi pemerintah terkait untuk konformasi dan lainnya,” kata Nurhadi.
Kegiatan ini juga menghadirkan dua narasumber utama. Pertama, Ira Rachmawati, Anggoat Satuan Tugas Anti Kekerasan Seksual AJI Indonesia. Dia bicara tentang pendekatan media dalam mendukung gender justice dan reproductive justice: membangun narasi publik yang progresif tentang HKSR remaja dan pencegahan kekerasan gender.
Kedua, Yusrizal Novwaril Huda, Filmmaker muda asal Jember. Dia bicara tentang bagaimana menyalakan gerakan perubahan melalu kolaborasi media dan masyarakat sipil dalam membangun kesadaran kolektif dengan memanfaatan media sosial.
Foto : Pembukaan kegiatan Media Summit 2025: Peran Media dalam Membuka Tabir Tabu HKSR dan Mewujudkan Kebijakan yang Responsif Terhadap Hak Orang Muda, Rabu (25/6/2025). (Abd Gafur/Indokli.id)
Penulis: Abd Gafur
Editor : Abd Gafur