Sumenep, Indoklik.id– Ditekan agar tidak melawan atau membantah. Didoktirn agar taat dan tunduk terhadap perintah pelaku. Korban dan keluarganya yang bicara akan dibunuh. Hamil digugurkan paksa.
Begitu diantara deretan ancaman dan doktrin Moh. Sahnan, pengasuh salah satu pesantren di Pulau Kangean Sumenep kepada para korban pencabulan-perkosaan yang dilakukan sejak 2016-2024.
Deretan ancaman dan doktrin kepada korban itu diungkap oleh Salamet Riadi, Kuasa Hukum korban. “Tindakan pelaku menggunakan kekuatan relasi kuasa terhadap korban. Pelaku juga gunakan doktrin agama. Jadi dilakukan pencucian otak terhadap para korban. Setelah itu, korban diminta masuk ke kamarnya dengan modus mengantarkan air dan sebagainya,” jelas Salamet, Kamis (12/06/2025).
Salamet membeberkan, Sahnan juga mengaku perbuatan bejatnya bukan atas dasar keinginan pribadi. Melainkan atas perintah gurunya dan Tuhan.
“Itu yang saya sebuat sebagai doktrin dengan mengatasnamakan agama,” katanya. “Selain itu, pelaku juga memberikan ancaman secara psikologis kepada korban,”
Salamet bilang, korban diperintah tak bercerita kepada siapapun. Jika bercerita, korban dan keluarganya diancam akan dibunuh.
“Berdasarkan pengakuan para korban, ancaman nyawa akan jadi tarauhan itu yang membuat mereka tak berani bersuara. Saya menduga, itu juga yang membuat Sahnan terus lakukan kejahatannya bertahun-tahun, dari 2016 hingga 2024.Korban rata-rata seusia siswa SMP,” ungkapnya.
Salamet membeberkan, Sahnan berkali-kali perkosa enam dari total 13 dari korban. Salah satu di antara enam korban tersebut, ada yang sampai hamil empat bulan. Namun, janin yang dikandung oleh korban digugurkan langsung oleh Sahnan.
“Jadi, digugurkan langsung pelaku di dalam lingkungan pesantren,” ujarnya.
Tujuh korban sisanya, jelas Salamet, dilecehkan secara fisik namun tidak sampai diperkosa.
Salamet menuturkan, pesantren Sahnan memang menyediakan asrama karena banyak santri yang bemukim. Jumlah santri di ponpes tersebut tidak banyak, tiap tahun hanya ada 10 hingga 27 santri yang masuk sebagai santri mukim.
Semua santri Sahnan berasal dari satu desa yang sama. Paling jauh terdapat dua orang santri yang berasal dari desa tetangga. Menurut Salamet, setelah tindakan bejat Sahna terbongkar, ara santri pulang ke rumah masing-masing.
“Saat ini, semua santri sudah pulang. Jadi kondisi di pesantren sudah kosong tidak ada santri sama sekali,” jelasnya.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Dinsos P3A) Sumenep, Mustangin memastikan para korban dipastikan mendapat pendampingan. Karena instansinya telah bersinergi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sumenep.
Menurut Mustangin, pendampingan terhadap korban dilakukan dalam tiap tahapan proses hukum. Mulai dari pemeriksaan keterangan awal di polres hingga semua proses hukum tuntas di pengadilan.
”Mulai dari BAP di Polres, dibawa ke Polda divisum, semuanya kita fasilitasi dan tanggung biayanya,” pungkasnya, Kamis (12/6/2025)
Foto: Ilustrasi korban kekerasan seksual diancam dan dibungkam. (Dok.Konde.co)
Penulis: Moh. Busri
Editor : Abd Gafur