Berita Daerah NASIONAL

Sokola Institute Dapat Penghargaan dari UNESCO

Sokola Institute dengan programnya “Pendidikan Literasi untuk Masyarakat Adat Indonesia” terpilih sebagai salah satu pemenang United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Confucius Prize for Literacy 2024. Kemenangan ini diumumkan pada peringatan International Literacy Day di kota Yaoundé, Republik Kamerun, Senin (9/9/2024).

Sokola Institute merupakan lembaga pertama di Indonesia yang memfokuskan diri pada pendidikan bagi masyarakat adat.  Lembaga yang awalnya bernama Sokola Rimba ini didirikan oleh Marlina Manurung atau lebih dikenal dengan nama Butet Manurung pada 2003 silam di Jambi.

Kini, lembaga yang telah berganti nama menjadi Sokola Institute ini telah memberikan pendidikan alternatif kepada lebih dari 10 ribu orang rimba di 15 daerah pedalaman yang tersebar di seluruh Indonesia.

Penghargaan tersebut mengakui upaya Sokola Institute dalam meningkatkan literasi di kalangan masyarakat adat melalui pendekatan inovatif dan integratif.

“Dengan penuh rasa syukur kami ingin membagikan kabar baik bahwa Sokola Institute telah terpilih sebagai salah satu pemenang UNESCO Confucius Prize for Literacy 2024 melalui program kami “Pendidikan Literasi untuk Masyarakat Adat Indonesia,” tulis Sokola Institute di laman resminya.

Butet Manurung sedang memegang Piagam Confucius Prize for Literacy 2024 (Dok Sokola Insitute)

Penghargaan ini, dalam keterangan tersebut, membuktikan bahwa budaya diakui memiliki kontribusi besar dalam proses pembelajaran literasi.

“Kami percaya, melibatkan bahasa dan fonetik lokal dalam literasi sangat penting, tetapi memasukkan budaya masyarakat adat ke dalam pembelajaran jauh lebih krusial,” keterangan tambahan dalam pengumuman tersebut.

Proses pendidikan yang melibatkan budaya komunitas, tambah keterangan tersebut, akan membantu menciptakan versi terbaik dari praktik pendidikan mereka dan meningkatkan determinasi komunitas.

Sokola Institute berharap, dengan penghargaan ini semoga tidak ada lagi diskriminasi budaya dan identitas masyarakat adat dan lokal di Indonesia dalam proses pendidikan mereka, baik di persekolahan maupun di luar persekolahan.

Butet Manurung, direktur sekaligus pendiri Sokola Institute menjelaskan, lewat penghargaan dari UNESCO membuktikan bahwa budaya memiliki kontribusi besar dalam proses pembelajaran literasi.

“Melibatkan bahasa dan fonetik lokal dalam literasi sangat penting, tetapi memasukkan budaya masyarakat adat ke dalam pembelajaran jauh lebih krusial,” jelas Butet Manurung, dilansir dari laman resmi Kemdikbud.

Butet Manurung, pendiri Sokola Institute. (Dok Instagram Butet Manurung-Sokola Institute)

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim mengungkapkan kebanggaannya atas penghargaan yang diraih oleh Sokola Institute.

“Penghargaan dari UNESCO merupakan bukti komitmen pemerintah bersama seluruh masyarakat Indonesia dalam menguatkan literasi. Kita telah membuktikan kepada dunia bahwa kekayaan bahasa daerah yang dimiliki Indonesia adalah kekuatan untuk menciptakan perdamaian dan membangun peradaban yang lebih baik,” ucap Nadiem, dalam keterangannya.

Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar mengatakan, multibahasa semakin menjadi fenomena umum di dunia, dengan sekitar 7.000 bahasa yang tersebar tidak merata di sekitar 200 negara, terutama di Afrika Sub-Sahara dan Asia Pasifik.

“Manfaat pendidikan multibahasa sangat besar, terutama dalam membantu anak-anak mengakses pendidikan dengan lebih baik, terutama di daerah pedesaan. Pendidikan dalam bahasa ibu terbukti meningkatkan partisipasi sekolah, keterampilan berpikir, dan memperpanjang masa pendidikan anak perempuan,” urai Ismunandar.

Berdasarkan hasil pemetaan bahasa yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sejak tahun 1991 hingga 2019, terdapat 718 bahasa di 2.560 daerah pengamatan.

Keberagaman bahasa ini mencerminkan betapa pentingnya pendekatan multibahasa dalam pendidikan, tidak hanya untuk meningkatkan literasi, tetapi juga untuk memperkuat dialog antarbudaya dan kohesi sosial.

Dengan demikian, pendidikan multibahasa dapat menjadi kunci bagi perkembangan berkelanjutan di negara yang kaya akan keanekaragaman bahasa seperti Indonesia.

Foto: Butet Manurung sedang membersamai anak-anak rimba di Jambi. (Dok Sokola Institute)

Anda mungkin juga suka...