Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mencatat, Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan Pesisir Gersik Putih, Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep seluas 21 hektar.
Direktur Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan mengatakan, jika dibiarkan, pengkavelingan itu akan menghancurkan ekosistem pesisir juga bisa memiskinkan masyarakat yang sudah hidup dalam kondisi rentan.
“Kawasan itu menjadi sumber mata pencaharian masyarakat lokal, kini dipetak-petak oleh pihak tidak bertanggung jawab atau aktor bisnis dengan klaim kepemilikan lahan melalui Sertifikat Hak Milik (SHM),” kata Wahyu melalui keterangannya, Minggu (26/1/2025).
Dia bilang, Walhi Jatim bersama Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Sumenep, dan Observe Madura mendesak Pemerintah cabut SHM tersebut.
Menurutnya, warga setempat sedang menghadapi ancaman serius dari privatisasi wilayah pesisir. Privatisasi pesisir di Gersik Putih dapat dipastikan akan membawa dampak ekologis yang besar.

Wahyu menegaskan, mangrove yang berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi dan perubahan iklim terancam hilang akibat konversi lahan untuk tambak garam baru.
“Dengan hilangnya lahan hijau dalam hal ini kawasan lindung pesisir, karena proyek tambak garam, tentu akan memperparah bencana banjir rob yang kini terjadi setiap bulan, merusak rumah harga dan infrastruktur desa,” tegasnya.
Dari sisi sosial-ekonomi, katanya, masyarakat Gersik Putih terjebak dalam dua pilihan sulit. Menjadi buruh tambak garam musiman yang rentan terhadap cuaca atau merantau ke luar daerah. Keberadaan tambak garam yang mendominasi desa ini tidak memberi kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan warga, melainkan hanya menguntungkan segelintir orang.
Dia bilang, privatisasi wilayah pesisir Gersik Putih adalah bentuk perampasan ruang hidup masyarakat lokal. Melalui pengalihfungsian wilayah ini, nelayan tidak lagi memiliki akses ke laut, dan masyarakat sekitar akan kesulitan memanfaatkan pesisir. Masyarakat akan semakin terpinggirkan dan kehilangan kendali atas sumber daya alam yang selama ini menopang hidup mereka.

Wahyu menegaskan, Walhi dan sejumlah organisasi lingkungan yang tergabung dalam gerakan bersama masyarakat setempat menolak segala bentuk privatisasi wilayah pesisir di Gersik Putih.
Menurutnya, gerakan bersama masyarakat itu juga mendesak pihak :
- ATR/BPN harus mencabut SHM di laut Desa Gersik Putih, Sumenep.
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus konsekuen menjalankan PERDA No. 10 Tahun 2023 tentang RTRW yang menyebutkan jika kawasan pesisir Sumenep termasuk zona lindung.
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Sumenep jangan sampai menerbitkan izin di kawasan tersebut, karena seharusnya konsekuen dengan melindungi wilayah pesisir dan mangrove sebagai bagian dari ekosistem yang vital bagi kehidupan masyarakat pesisir.
- Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Sumenep wajib memberikan akses dan perlindungan kepada masyarakat lokal untuk mengelola sumber daya pesisir secara berkelanjutan.
Foto Utama: Seorang nelayan Gersik Putih Sumenep sedang berlayar di sekitar pagar bambu di kawasan yang disinyalir sudah memiliki SHM. (Dok.Sandi-Warga)
Penulis : Abd Gafur
Editor : Abd Gafur