Penulis: Abd Gafur*
Jadi jurnalis kok mudah kebakaran jenggot? Emang boleh, jurnalis merangkap jadi pemain sirkus elit politik, pemerintah, oligarki dan kroni-kroninya? Apakah jurnalisme tak boleh kritis di Madura?
Beberapa bulan ini, Indoklik-kata jurnalisnya sendiri dan sebagian jurnalis media lain- jadi buah bibir di Pamekasan. Bahkan, katanya, beberapa orang Pemkab setempat pun membicarakan Indoklik dan menanyakan; Siapa yang punya media itu. Siapa jurnalisnya?
Saya mendengar dua kabar di atas melalui pembicaraan secara langsung dan via aplikasi percakapan.
Sebagai tukang masak (Pemred – Editor) di dapur media yang baru berdiri ini, saya tak langsung mengamininya. Setiap mendapat kabar itu, saya tetap skeptis dan ajukan permohonan : kirim bukti obrolan yang dimaksud.
Akhirnya, bukti berupa screenshot obrolan dan voice yang dimaksud dikirim. Bukti itu, berasal dari pesan pribadi dan pesan di grup-grup watsap yang isinya rekan-rekan jurnalis sampai non jurnalis setempat. Dari bukti itu, jadi tahu alasan kenapa Indoklik jadi buah bibir.
Tim Redaksi Indoklik ditelpon banyak pihak setelah memuat ulasan tentang rekam jejak kontestan pilkada pamekasan 2024 yang pernah terseret kasus: dari suap, korupsi, sampai surat kematian palsu.
Ulasan itu, justru oleh jurnalis dan sejumlah pihak di Pamekasan menganggap ulasan itu berita. Padahal sudah jelas, tulisan itu masuk rubrik ulasan dan format tulisannya, bukan format berita.
Saya pun berpikir : jangan-jangan, setiap tulisan yang dimuat di media arus utama, yang di situ berisi informasi, dikategorikan berita semua?
Kata jurnalis Indoklik, ada rekan jurnalis di Pamekasan yang menilai dan bilang, karena ulasan itu, media yang usianya masih balita ini terlalu berani.
Mendengar itu, saya pun tersenyum sambil mengernyitkan dahi dan bergumam: memangnya kawan-kawan jurnalis dan medianya di Pamekasan tak ada yang berani ungkap informasi yang itu hak publik?
Banyak tuduhan yang diarahkan ke Indoklik karena ulasan itu. Seperti: Indoklik ini dibiayai calon tertentu. Indoklik ini media partisan calon tertentu. Indoklik kan media baru, kok baru muncul langsung berani masuk isu sensitif, pasti ada orang elit politik Pamekasan di belakangnya. Dan seabrek tuduhan negatif lainnya.
Indoklik tak bisa menghentikan tuduhan itu. Sebab itu hak mereka-penuduh untuk menilai. Yang bisa Indoklik lakukan, dalam hal ini bicara independensinya adalah tetap berpegang teguh pada prinsip jurnalisme dan kode etik yang ada.
Dalam konteks ini, satu diantaranya berpihak pada kebenaran dan menyampaikan sesuatu yang berkenaan dengan kepentingan publik. Sebab, jurnalisme itu bekerja untuk publik bukan untuk kepentingan golongan tertentu.
Karena ulasan itu pula, saya mendapat bukti screenshot grup-grup watsap jurnalis yang menujukkan: bahasan tentang ulasan itu ditimbun dengan link-link berita di luar konteks yang sedang dibicarakan kala itu.
Bahkan, ada komentar; jangan sampai menjegal karir politik calon tertentu. Pertanyaannya, di bagian mana dalam ulasan itu, yang menunjukkan untuk menjegal calon? Alih-alih bikin narasi yang mengarah pada penjegalan, justru Indoklik memuat rekam jejak yang dimaksud dari ketiga-tiganya kandidat.
Ada juga pihak yang mengomentari ulasan itu dengan : jangan buat panas politik di Pamekasan. Situasi perpolitikan di Pamekasan sudah panas, jangan sampai membuat tulisan seperti itu yang semakin menambah suhu politik Pamekasan semakin meningkat.
Saya tidak habis pikir kenapa ulasan itu, kemudian disebut akan menambah suhu perpolitikan semakin memanas. Sebab, Indoklik menulis itu tujuannya satu: untuk sekadar memberikan informasi itu kepada masyarakat Pamekasan tentang pihak yang (kebelet) hendak mencalonkan diri sebagai pemimpin di Pamekasan melalui jalur Pilkada itu.
Ada juga jurnalis setempat yang komentar: awas butuh ya? Saya pun tak mengerti apa maksud ‘butuh’ dari komentar itu dan coba telusuri dan menemukan tafsiran: kaitannya dengan iklan. Dan bisa saja, tafsiran lajutan, Indoklik tidak mungkin akan punya peluang dapat iklan dari pihak yang dimaksud.
Bahkan, karena ulasan itu, ada oknum jurnalis di Pamekasan yang menelpon jurnalis Indoklik dan bilang: kalau butuh dan mau uang kopi akan diberi dan ngajak ketemu. Tidak usah merilis informasi semacam itu.
Jurnalis Indoklik merespon itu dengan ramah dan tegas mengatakan: kebetulan tak doyan kopi.
Komentar liar lainnya: tulisan semacam ini yang bikin Pilkada tak damai juga datang dari pihak yang katanya berprofesi jurnalis.
Mendengar informasi itu, saya pun bergumam; yang Indoklik ulas kan rekam jejak kandidat Pilkada, kok jurnalis yang kebakaran jenggot? Anda jurnalis atau tim sukses? Kalau jurnalis, emang boleh, jurnalis merangkap jadi tim sukses peserta Pilkada? Pertanyaan lebih dalam, apakah jurnalisme tak boleh kritis di Madura, khususnya di Pamekasan?
Lalu, apa arti dari jurnalisme itu sebagai penyampai informasi yang memang itu perlu dan jadi hak publik? Lucunya lagi, ulasan itu, sebagian jurnalis yang kebakaran jenggot itu menyebut ulasan itu adalah berita.
Memangnya, sejauh ini pers di Madura pakai jurnalisme mazhab apa? Tahu nggak sih, bedanya berita sama ulasan? Dan apa dasar mengatakan ulasan itu memicu Pilkada tak damai?
Kejadian lain, beberapa hari setelah ulasan itu dinaikkan, ada seseorang menelpon redaksi agar Indoklik bikin liputan khusus untuk mengorek rekam jejak salah satu calon yang diulas. Sampai bilang akan membiayai perjalanan dan akomodasi selama peliputan.
Mendapat telponan itu, Indoklik secara tegas menolak dan mengatakan bahwa akan tetap pada prinsip: berjalan secara independen. Tidak mau jadi media pesanan atau partisan golongan tertentu. Sebab Indoklik punya visi : berdiri di atas semua golongan dan akan terus berjalan di rel jurnalisme tanpa rasa takut.
Selain ulasan, ada berita yang membuat beberapa pihak juga kebakaran jenggot. Bahkan, meminta agar Indoklik tidak melakukan peliputan lebih jauh terkait kasus sengketa lahan SDN Tamberu 2. Alasannya: berita tentang itu akan semakin memperkeruh situasi, katanya.
Indoklik pun menanyakan, apakah ada kesalahan atau pelanggaran dalam berita itu? Secara profesionalisme dan atau tidak proporsional? Orang itu pun tidak menjawab. Lagi dan lagi, orang itu justru ngotot meminta Indoklik tak melanjutkan peliputan itu.
Indoklik sadar, soal sengketa lahan itu memang perlu untuk ditelusuri lebih jauh, Kami masih percaya bahwa, jurnalisme juga bisa jadi jalur advokasi. Bahkan, secara khusus Tim Redaksi membuat ulasan menyeluruh sebagai alarm untuk Pemkab setempat.
Jauh sebelum ada komentar tentang ulasan rekam jekak kandidat Pilkada Pamekasan dan berita tentang sengketa lahan SDN tamberu 2, Indoklik merilis wawancara dengan Andreas Harsono. Judulnya, media bermutu takkan minta wartawan buru berita sekaligus buru iklan.
Liputan khusus itu pun dikomentari: Indoklik adalah media yang tidak butuh -uang dari-iklan.
Sebagai pers, yang salah satu tujuannya di situ adalah ekonomi, ya, tentu kami akui, Indoklik tetap butuh uang untuk tetap hidup; merawat website dan urusan honorarium karyawannya. Tapi, hal itu tetap kami jalankan secara profesional. Iklan ya iklan. Berita ya berita.
Yang buru berita dan iklan tentu dibedakan. Jurnalis Indoklik ya berburu berita. Sementara yang buru iklan, ya tim marketing khusus. Bukan mencampuradukan keduanya.
Setiap merilis tulisan, Indoklik tetap beri tanda, apakah itu berita jurnalistik atau berita iklan? Ya, kalau dalam istilah kerennya, kami tetap berikan fire wall atau pagar api di antara keduanya.
Redaksi tetap menandai tulisan itu sebagaimana rubrikasi yang ada. Misal opini, ya kami masukkan di rubrik opini. Misal berita, ya kami masukkan di rubrik berita. Pun dengan tulisan-tulisan yang masuk kategori rubrik lainnya.
Indoklik tetap akan “menyampaikan yang perlu” atas dasar bahwa tidak semua peristiwa–informasi perlu untuk disampaikan kepada publik.
Kami juga sadar, Indoklik.id adalah situs berita online yang tertaut dengan algoritma, yang tentu akan butuh pada pengunjung website kami. Tapi, kami tidak mau terjebak dalam lomba lari marathon dengan media lainnya perihal kecepatan.
Menyajikan berita-gagasan cepat memang perlu, tapi bukan berarti menyajikan informasi-gagasan yang cacat. Singkatnya, kami hanya menyajikan berita-gagasan yang akurat, terverifikasi, dan jujur.
Kami berkomitmen untuk melakukan kerja-kerja jurnalistik yang berpegang teguh pada kode etik jurnalistik, profesionalisme, dan sembilan elemen jurnalisme.
Secara tegas kami sampaikan, bahwa Indoklik hadir untuk semua golongan. Kerja- kerja kami tidak untuk kepentingan politik manapun. Terpenting, kami akan berjalan secara independen tanpa rasa takut.
Saya membaca satu tulisan di media lokal yang membahas adanya polarisasi pers di Madura. Pertama, pers koalisi: golongan ini berikut partisannya “dipelihara” oleh pemerintah dengan ikatan kerjasama advertorial; kerja sama publikasi berbayar dan kerja sama bentuk lain. Dan, media di golongan ini biasanya terjebak pada status quo.
Kedua, pers oposisi. Mereka dan partisannya memposisikan diri sebagai kontrol dan pemantau kekuasaan. Dan, golongan ini kerap “tidak dipelihara” oleh pemerintah dengan kerja sama advertorial karena dianggap menginterupsi kondusifitas.
Hal itu tidak bisa dibenar-salahkan, sebab disampaikan dari hasil analisis penulis. Tapi bicara pers, saya tidak setuju ada polarisasi pers dan lebih memilih percaya bahwa pers itu harus menjalankan fungsinya secara profesional.
Pers itu kan sebagai perusahaan pemberitaan yang didalamnya ada jurnalisme yang dipakai untuk meramu dan menyajikan informasi hasil liputan maupun opini yang dikirim oleh penulis non jurnalis penting kepada publik. Dalam konteks pemerintah, ya, mau itu kinerja baik maupun buruknya, misalnya, tentu harus disampaikan ke publik. Jika itu perlu disampaikan.
Indoklik sebagai perusahan pers, tentu akan tetap menjalankan fungsinya : satu sisi sebagai perusahaan yang juga punya tujuan ekonomi. Dan di sisi lain, yang sebagai perangkat jurnalisme yang punya tujuan untuk jadi penyalur upaya penyadartahuan, ya akan menyampaikan yang dimaksud.
Terus terang, banyak tulisan yang masuk untuk rubrik opini, ulasan dan lainnya ke surel Indoklik. Tapi, kami tetap lakukan kurasi yang ketat. Termasuk memverifikasi data-data yang dimasukkan dalam tulisan.
Bila gagasan itu logis, datanya terverifikasi, serta penyampaian sejalan dengan visi Indoklik, maka akan diolah dan dinaikkan pada waktu yang menurut Tim Redaksi tepat.
Indoklik masih dan tetap akan menganut paham ajaran mazhab “pers, jurnalisme, dan jurnalisnya” sebagai watchdog atau anjing penjaga yang punya tugas untuk menjaga rumah demokrasi agar tetap suci. Bukan sebagai anjing peliharaan yang dilatih untuk jadi pemain sirkus kelompok tertentu, apalagi pemerintah maupun oligarki serta kroni-kroninya.
*Tukang masak di dapur redaksi Indoklik. Suka ngopi, diskusi dan gelitik oligarki lewat narasi.