Sejumlah aktivis lingkungan dari ragam Non Governmental Organization (NGO) berkolaborasi gelar Pawai Bebas Plastik, di Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (28/7/2024). Mereka terdiri dari Indorelawan, WALHI, Greenpeace Indonesia, Divers Clean Action, Dietplastik Indonesia, Econusa, Pandu Laut, dan Pulau Plastik. Kegiatan ini dikemas dengan Piknik Bebas Plastik.
Pawai Bebas Plastik menjadi bagian dari kampanye global yang dikenal sebagai #PlasticFreeJuly, yang secara khusus berfokus pada pengurangan penggunaan plastik sekali pakai pada bulan Juli.
Biasanya kegiatan ini dilaksanakan dengan melakukan parade di Car Free Day, Jakarta. Namun, untuk dapat memberikan sentuhan berbeda dan bisa lebih dekat dengan para audiens untuk berdiskusi terkait isu polusi plastik.
Pawai Bebas Plastik mengajak organisasi, komunitas dan jaringan masyarakat untuk bergabung dalam gerakan Pawai Bebas Plastik di kota-kota lainnya, bersama-sama menyerukan menghentikan krisis plastik.
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nasional menjelaskan, produksi kemasan plastik sekali pakai merupakan kontribusi terbesar penyumbang plastik murni setiap tahun, diperkirakan sekitar 40% dari total permintaan plastik dan lebih dari setengah sampah plastik di seluruh dunia.
Menurut WALHI, industri juga memperkirakan bahwa pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan signifikan penggunaan plastik di negara-negara berkembang.
Abdul Ghofar, Manajer Kampanye Polusi dan Urban mengatakan, perlunya solusi mengatasi krisis sampah plastik ini mulai dari awal produksi plastik dengan pengurangan produksi plastik di hulu.
“Inisiatif yang hanya berfokus pengurangan sampah di hilir tidak akan selesai jika keran produksi plastik dikurangi,” katanya.
Ibar Akbar, Plastics Project Leader Greenpeace Indonesia bilang, tanggung jawab produsen atas sampah plastik sangat diperlukan, tidak hanya fokus ke hilir, tapi juga hulu ketika plastik pertama kali diproduksi,.
“Produsen FMCG saat ini baru 18 produsen yang telah mengimplementasikan pilot project Permen LHK No. 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Jumlahnya masih sedikit dibandingkan seluruh jumlah produsen di Indonesia dan tidak ada transparansi serta capaian dari peta jalan pengurangan sampah dari produsen,” ujarnya.
Dalam keterangannya, WALHI menjelaskan, Pawai Bebas Plastik diinisiasi dengan melihat masalah di Indonesia, di mana sampah plastik tidak hanya menjadi masalah di wilayah darat saja, tetapi juga sudah menyebar ke wilayah laut.
“Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat dampak dari plastik sekali pakai yang ternyata tidak hanya berdampak buruk bagi lingkungan dan hewan yang hidup, akan tetapi juga berdampak buruk pada kesehatan manusia,” tulis WALHI dalam laman resminya.
Melihat fakta-fakta tersebut, tegas WALHI, perlu adanya suatu gerakan bersama sebagai upaya pengurangan sampah plastik agar di tahun 2025 Indonesia dapat mencapai target untuk mengurangi sampah plastik sebesar 70 persen.
Informasi yang dihimpun Indoklik, Piknik Bebas Plastik kali ini diadakan dengan serangkaian kegiatan, seperti talkshow, workshop, showcase, dan pertunjukkan seni lainnya. Talkshow yang dilaksanakan dengan mengangkat isu plastik yang berhubungan dengan kesehatan, iklim, dan masyarakat adat. Tak ketinggalan juga, isu plastik ini berhubungan dengan seberapa besar produksi plastik dari industri minyak dan gas.
WALHI mengungkapkan, lebih dari 99% plastik sekali pakai diproduksi dari bahan bakar fosil, dan emisi gas rumah kaca terjadi pada setiap tahap siklus hidup plastik, mulai dari ekstraksi gas dan minyak hingga produksi, pembakaran, penimbunan, dan bahkan daur ulang.
Sebelumnya, fokus analisis dampak iklim pada plastik hanya terbatas pada emisi dari produksi resin dan pembuatan produk plastik. Namun, pada tahun 2019, Center for International Environmental Law (CIEL) menerbitkan laporan yang memperkirakan emisi global dari seluruh siklus hidup plastik.
Berdasarkan laporan OECD-Global Plastics Outlook: Policy Scenarios to 2060 menyebutkan dalam skenario baseline, penggunaan plastik global diproyeksikan akan tiga kali lipat antara tahun 2019 dan 2060, dari 460 juta ton menjadi 1.321 juta ton. Data tahun 2023 menunjukkan 35 TPA mengalami kebakaran dan beberapa mengalami masalah overload seperti di TPA Piyungan Yogyakarta.
Selain perlu pengurangan produksi plastik untuk mengatasi sampah plastik, tulis WALHI, berdasarkan hierarki pengelolaan sampah, perlu solusi guna ulang untuk mengganti sistem distribusi dan bisnis yang menggunakan kemasan plastik sekali pakai. Berdasarkan Ellen MacArthur Foundation Reuse (guna ulang) Framework, ada empat model guna ulang yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari;
- Pengisian ulang di rumah (Refill at home),
- Pengisian ulang saat bepergian (Refill on the go),
- Pengembalian dari rumah (Return from home),
- Pengembalian saat bepergian (Return on the go).
Swietenia Puspa Lestari, Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA) menjelaskan, solusi guna ulang tidak hanya dapat dilakukan di area perkotaan saja, namun juga dapat dilakukan di area pulau-pulau kecil.
“Salah satunya yang dilakukan oleh Divers Clean Action melalui Toko Cura’ mengimplementasikan pilot project isi ulang dan guna ulang. Seperti di Kepulauan Seribu dengan bermitra dengan warung-warung kecil yang juga berkolaborasi dengan Startup Reuse/Refill provider,” jelas Puspa.
Adithiyasanti Sofia, Manager Komunikasi Dietplastik Indonesia mengatakan, Piknik Bebas Plastik menjadi contoh acara publik yang menggunakan protokol guna ulang.
“Protokol ini mengharuskan para peserta tidak menggunakan kemasan plastik sekali pakai dalam praktek tenant makanan dan minuman serta para pengunjung,” katanya.
Melalui Piknik Bebas Plastik, tegas Sofia, menjadi bukti nyata bahwa masyarakat bisa melakukan praktek guna ulang, membawa tempat makan sendiri, tenant makanan dan minuman juga mampu memfasilitasi praktek guna ulang, seperti dengan menyediakan tempat pencucian alat makan.
Foto: Puluhan anak muda bermain permainan kartu rumah minim sampah di gelaran piknik asyik bebas plastik di Cilandak, Jakarta Selatan. (Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia)