Sejumlah Fakta di Balik Kasus Mahasiswa IAIN Madura Jadi Korban Pembayaraan UKT Bodong

Melalui Perwakilan Tim Kode Etik dan Ketua Program Studi (Prodi) Hukum Tata Negara (HTN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura membeberkan sejumlah fakta di balik kasus 23 mahasiswanya yang jadi korban pembayaraan uang kuliah tunggal (UKT) bodong.

Pewakilan Tim Kode Etik IAIN Madura yang tak mau disebut namanya bilang, kasus tersebut berantai. Otak dari kasus ini, adalah salah satu oknum alumni IAIN Madura dengan insial M dan adiknya inisial B yang masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di kampus tersebut.

“Jadi, berdasarkan keterangan saat kami lakukan sidang etik minggu yang lalu, kami dapat keterangan bahwa, 23 mahasiswa ini adalah korban dari dua orang selaku otaknya kasus ini. Keduanya merupakan kakak beradik,” terangnya, Minggu (8/12/2024).

Dia bilang, banyak mahasiswa yang berada di bawah komando B. Seperti  Mohammed Vecky, mahasiswa HTN/20. Vecky ini, yang menerima uang (yang diniatkan bayar UKT) itu dari teman-temannya yang lain, termasuk dari mahasiswa atas nama Riski (nama sementara). Semua uang itu, disetor kepada B. Para korban ada yang berikan uang itu kepada Vecky lalu diberikan kepada B.

“Nah di saat batas terakhir pembayaraan UKT, para korban hendak lakukan program mata kuliah di situs di Simpadu kampus tersebut, ternyata status pembayaraan para korban berstatus 0, sehingga tidak bisa ambil atur mata kuliah,” jelasnya.

Menurutnya, setelah dilacak di bendahara kampus, ada 23 mahasiswa yang tidak bayar UKT. Setelah dilakukan verifikasi, ternyata 23 mahasiswa tersebut bilang lakukan pembayaraan melalui melalui kakak kelasnnya yang ditipu oleh kaka kelasnya juga dan tidak disetor.

“Tentunya, dugaan kami, ada pemain IT di balik ini. Berdasarkan penelusuran kami kami di internal kampus, tidak ada yang mengakui melakukan permainan atau terlibat dalam kasus ini. Dan kami sudah lakukan pelacakan juga ke jejak digital di internal, kami tidak menemukan bukti adanya dugaan keterlibatan pihak internal,” terangnya.

Dia menambahkan, pihak IAIN Madura juga lakukan penelusuran ke eksternal. Namun, belum berhasil menemukan jejak digitalnya. Upaya pengungkapan sindikat di balik kasus ini terus dilakukan.

Menurutnya, terduga pelaku M ini yang tahu semuanya, karena dia otak dari kasus ini. Dia menduga, M ini punya Tim IT yang bisa membobol ke situs pembayaran UKT ini.

Dia menjelaskan, 23 korban itu bayar ke B melalui teman-temannya yang ternyata tidak setor ke kas pemerintah atau negara. Uang dari korban dikemanakan oleh B, pelaku yang tahu. Baik B maupun M. Menurutnya, IAIN Madura juga belum bisa memastikan, apakah uang yang didapat dari korban dibagi dua antara B dan M.

“Tapi berdasarkan keterangan yang kami dapat, justru uang itu dipakai oleh B. Bahkan, korban itu ada yang belum bayar sampai sekarang. Karena uangnya ada di B. Tapi ada yang sudah bayar, dengan bayar uang sendiri meskipun kena tipu oleh B. Jadi otaknya ini oknum alumni M ini yang memanfaatkan adiknya B,” jelasnya.

Dia menyayangkan karena Vecky menyalahkan kampus dalam pemberitaan dan langsung buat dugaan oknum pejabat IAIN Madura terlibat penipuan pembayaran UKT .

“Jangan sampai bilang dugaan pimpinan atau pejabat kampus IAIN Madura terlibat. Sedang, si Vecky ini, yang juga korban sekaligus calo yang ambil untung juga dengan dia dapat potongan pembayaraan UKT dari terduga pelaku B,”

Menurutnya, Vecky komentar di media, karena 23 mahasiswa itu  termasuk Vecky sudah dinonaktifkan oleh kampus. Sebab status pembayarannya di Simpadu nol (0). Jadi mereka tidak boleh memprogram mata kuliah.

“Karena itu, si Vecky ini, andai saja tidak jadi korban juga, kemungkinan dia tidak bersuara ke media. Alih-alih mau membongkar, dia justru sebenarnya ambil untung juga dari ini. Kenyataannya, setelah dia jadi korban juga, dia malah menuduh kampus terlibat,” tegasnya.

Dia bilang, informasi yang didapat, B dan M ini bertengkar. Info sementara, B ini lari ke Kudus, Jawa Tengah. “Saya sempat kontak-kontakan dengan B ini beberapa hari lalu, dan secara lokasi, diketahui berada di Kudus, Jawa Tengah.”

Simpadu adalah akronim dari Sistem Informasi Manajemen Terpadu yang digunakan oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura. Simpadu digunakan untuk kegiatan administrasi akademik kemahasiswaan di IAIN Madura. (https://akademik.iainmadura.ac.id/)

Achmad Faidi, Ketua Prodi HTN bilang, kampus sudah meminta keterangan dari saksi yang sebagian korban. Hasilnya, sebagian mereka memang tidak tahu kongkalikong bahwa itu pembayaraan bodong. Tapi sebagian lain, ada yang tahu tapi memanfaatkan.

“Mereka berasal dari banyak prodi. Ada yang HES, dan lainnya. Sementara Vecky ini memang mahasiswa HTN. Nah, si Vecky ini, dari keterangannya saat sidang etik mengaku tahu bahwa pembayaraan jalur ini bermasalah atau ilegal,” katanya, Minggu (8/12/2024).

Tim Kode Etik, kata Faidi, menanyakan ke Vecky, kalau tahu bermasalah, kenapa tidak mengungkap jauh-jauh sebelumnya. Yang ada, Vecky justru mengungkap setelah dia sendiri jadi korban juga.

Menurut Faidi, sejauh ini kampus memang tidak pernah menyediakan jalur pembayaraan UKT di luar bank resmi yang bekerjasama dalam hal pembayaraan UKT ini.

Dia menyebut, mitra pembayaraan UKT IAIN Madura adalah BSI atau Bank Syariah Indonesia dan agen-agen resminya. “Jadi, pembayaraan UKT yang seperti memakan korban  ini, jelas ilegal . Vecky, dalam kasus ini, sebenarnya mengaku tahu, tapi pertanyaanya, kenapa Vecky berani sekali lakukan ini?” tegasnya.

Faidi menjelaskan, Vecky dalam keterangannya di sidang etik mengaku hendak mengungkap sindikat ini. Dia mengapresiasi niat Vecky. Tapi, katanya, Vecky tergesa-gesa bersuara tanpa menyertakan bukti kuat.

Dia menilai, tindakan Vecky ini justru seperti menjebak dirinya dalam kasus ini. “Jadi, saya selaku Kaprodi, sudah bicara sama Vecky dan bilang seharusnya Vecky menyelesaikan masalah ini dengan benar. Dengan cara menunjukkan titik terang. Kira-kira siapa yang harus bertanggungjawab atas persoalan ini.”

Faidi menegaskan, dari keterangan yang di dapat di sidang etik, suara para korban  mengerucut ke pelaku B. Dia mengaku tidak memastikan B ini apakah pindah atau lari ke luar Madura. Tapi yang jelas, B sedang dalam pencarian untuk dimintai keterangan lebih jauh dan pertanggungjawabkan kasus ini.

Dia bilang, ada oknum mahasiswa yang jadi calo dalam kasus ini dan berstatus  mahasiswa aktif. Dia mengajak lima temannya yang lain. Tapi, oknum ini sudah mengembalikan uang itu ke korban.

“Jadi, keterangan di sidang etik, diketahui bahwa, ada yang betul-betul korban. Ada yang tahu itu ilegal tapi memanfaatkan. Ada yang menerima 100 ribu. Dan yang Vecky ini, katanya, ambil keuntungan dalam bentuk pemotongan pembayaraaanya. Tapi akhirnya, Vecky ini jadi korban.”

Menurut Faidi, kampus sedang lakukan tahapan penelusuran lebih jauh tentang kasus ini. Dia bilang, dugaan adanya keterlibatan B dan M kuat dan dugaan lain adanya aktivitas peretasan oleh orang yang tidak bertanggungjawab hacker.

Dia bilang, sudah menasihati Vecky agar bersuara dengan menunjukkan bukti yang kuat. Sebab, semisal kasus ini ada kaitannya dengan aktivitas peretasan, maka dugaan Vecky tentang adanya keterlibatan pejabat kampus, ini fatal.

“Saya sebagai orang tua Vecky di prodi, ya, tetap akan merangkul dalam koridor yang benar. Jadi, dalam kasus ini, saya menyayangkan suadara Vecky, karena dia tanpa ada konfirmasi apapun kepada saya selaku orang tuanya di prodi,”

Berdasarkan keterangan korban di sidang etik, kata Faidi, ternyata praktik bayar UKT jalur ilegal serupa tidak hanya terjadi semester ini. Akan tetapi juga terjadi di semester-semester sebelumnya. Hanya, sindikat UKT bodong ini baru saja terungkap di semester ini.

“Saya selaku kaprodi juga sudah dimintai keterangan dan diminta untuk lakukan upaya mengungkap sindikat ini. Saya berharap, kasus ini segera ada titik terang,”

Dia bilang, keterangan dari kepada media soal adanya dugaan pejabat terlibat dalam kasus ini, kurang masuk akal. Sebab, katanya, pejabat di lembaga mana pun, itu bertugas di tingkat atas dan urusan memberi atau tidaknya sebuah rekom. Bukan bertugas di bagian kerja-kerja sistem.

Menurutnya, diksi yang pas untuk digunakan oleh Vecky itu harusnya, pegawai lembaga. Tapi tetap, dugaan yang dibuat atau di dilontarkan oleh Vecky, kepada siapapun ditujukan, harus disertai bukti yang kuat.

Faidi menegaskan, kasus ini harus jadi atensi bagi sivitas akademika IAIN Madura dan secara khusus bagi mahasiswa agar tidak terjebak dalam praktik kejahatan ini.

Indoklik berupaya menghubungi Vecky, Minggu (8/12/2024) melalui aplikasi percakapan. Dia membenarkan sebagai salah satu korban dari kasus ini.

“Ya bener, mas ” kata Vecky saat ditanyakan kebenaran identitasnya. Tapi saat dimintai keterangan tentang kasus ini, dia tidak meresponnya sampai berita ini ditulis.

Dikutip dari Risalah.co.id, Vecky bilang terlanjur bayar. Setelah dicek ternyata tercatat sebagai penerima prestasi yang tak dipungut biaya sepeser pun karena tergolong mahasiswa dengan UKT Rp. 2.100.000 (dua juta seratus ribu rupiah).

Vecky melakukan transaksi pembayaran UKT melalui oknum alumni IAIN Madura. Namun dirinya tahu jadi korban setelah mengecek di Simpadu IAIN Madura ternyata tercatat sebagai mahasiswa dengan UKT Rp.0.

“Saya sudah bayar UKT sebesar Rp. 2.100.000 (dua juta seratus) untuk semester 9 lewat orang yang katanya alumni IAIN Madura, awalnya saya tidak tahu kalau ada dugaan penipuan, namun menginjak UTS saya coba cek di Simpadu ternyata UKT saya berubah jadi Rp.0, yang mana UKT Rp.0 tersebut mestinya dimiliki Mahasiswa Prestasi,”ujarnya.

Dia menduga ada keterlibatan oknum Pejabat IAIN Madura yang bersekongkol dengan oknum alumni tersebut, pasalnya tidak mungkin sebelumnya semua korban dapat mengakses Simpadu dan bisa kuliah normal menjadi mahasiswa aktif kalau tidak ada keterlibatan pihak IAIN Madura.

“Untuk masuk Simpadu itu pastinya sudah melakukan transaksi, jadi mustahil pihak kampus IAIN Madura tak terlibat. Kami menduga ada oknum pejabat IAIN Madura yang bermain dengan alumni tersebut,”katanya.

Sekitar 6 mahasiswa disanksi cuti selama satu semester oleh pihak IAIN Madura, selebihnya mereka bayar lagi dengan nominal UKT mereka masing-masing.

Vecky menyebut, jumlah mahasiswa yang menjadi korban tersebut kurang lebih ada sebanyak 23 mahasiswa, dengan total UKT mulai dari Rp. 1,400.000, Rp. 2.100.000, sampai 2,300.000.

Dia bilang, total uang dari 23 mahasiswa ini ditaksir mencapai Rp. 40 juta lebih.

Indoklik juga konfirmasi kepada dua korban lain atas nama Rama dan Riski (nama sementara), tapi sampai berita ini ditulis, mereka belum memberikan keterangan lebih lanjut selain hanya membenarkan identitas dan jadi korban sindikat UKT bodong ini.

Foto: Gedung Rektorat IAIN Madura. (mediajatim.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *