ULASAN

Sederet “Ayat Khusus” yang Perlu Dipahami Jurnalis Kala Ingin Memberitakan Konflik Sensitif Selama Pilkada

Disarankan baca tulisan sebelumnya: Jurus Satset Meliput dan Memberitakan Konflik Pilkada

Pernah mendengar-tahu istilah jurnalisme damai dan jurnalisme perang? Buat yang sudah tahu, Indoklik ajukan jempol. Tapi, tahu nggak perbedaan dari keduanya? Dan untuk yang belum tahu, Anda sudah tepat ketemu tulisan ini.

Jurnalisme Damai adalah istilah yang digunakan bagi seorang jurnalis yang melaporkan suatu kejadian dengan menggunakan bingkai (frame) yang lebih luas, berimbang, dan akurat. ruang lingkup kerja jurnalisme damai didasarkan pada peliputan informasi tentang konflik dan perdamaian.

Sedangkan Jurnalisme Perang (war journalism) adalah paham jurnalistik yang lebih berfokus pada peristiwa kekerasan sebagai penyebab konflik.

Nah, peliputan berita konflik budaya dengan prinsip jurnalisme damai maupun jurnalisme perang mempunyai perbedaan yang mencolok dan signifikan. Menurut Claire H Badaraco (2009) perbedaan antara peliputan dengan prinsip jurnalisme damai dan jurnalisme perang adalah sebagai berikut:

Perbedaan jurnalisme dama dan jurnalisme perang (Dok. Rangga Prasetya Aji Widodo)

Gimana, sudah tahu sekilas jurnalisme damai dan jurnalisme perang plus perbedaannya? Sekarang, Anda perlu tahu ayat-ayat khusus yang Perlu Dipahami Jurnalis dan Pers Kala Ingin Memberitakan Konflik Sensitif Selama Pilkada. Berikut ayat-ayat yang dimaksud:

Satu, Yang Sebaiknya Tidak Dilakukan Dalam Memberitakan Sensitive Conflict Selama Pilkada.  

  1. Memberitakan dengan stereotip yang merugikan peserta Pilkada
  2. Membuat pemberitaan umum yang tidak didukung fakta dan bukti
  3. Mengaitkan pernyataan politisi dan pendukung untuk diadu domba
  4. Mempublikasikan rumor yang dikemas seolah fakta
  5. Penggunaan bahasa yang tidak sesuai kode etik jurnalistik, pedoman peliputan ramah anak, perempuan, disabilitas, dan kasus kekerasan tertentu
  6. Melakukan blocking, penghapusan, terhadap berita peserta Pilkada tertentu
  7. Soal pengungkapan sumber-sumber informasi yang mengarah pada bahaya, bisa terhadap narasumber, jurnalis itu sendiri, atau pihak lain

Dua, Tanggung jawab media selama meliput Pilkada

  1. Menyampaikan informasi Pilkada berisi pendidikan politik yang mengarah pada isu-isu perdamaian dan pengawasan Pilkada partisipatif berdasarkan peran media sebagai pengawas dari elemen masyarakat sipil.
  2. Media diharapkan memperkuat peran sebagai agen mediasi melalui peningkatan interaksi peserta Pilkada, konstituen/warga sebagai pemilih, atau pemangku kepentingan (KPU, Bawaslu, Parpol, dll).

Tiga, Memahami Pengaruh Media

  1. Apakah sudah banyak pemberitaan tentang solusi?
  2. Apakah jurnalis mendorong pemimpin dari kedua belah pihak untuk mendapatkan rincian solusi mereka?

Empat, Standar Meliput Konflik Sensitif

  1. Akurasi dan kebenaran: memastikan informasi yang dilaporkan akurat dan telah diverifikasi
  2. Keberimbangan atau cover all side: memberikan ruang yang adil bagi semua pihak, kandidat, dan partai politik
  3. Independensi atau tidak diintervensi: menjaga jarak dari kepentingan politik, komersial, dan pribadi
  4. Kode Etik Jurnalistik (KEJ): mengikuti kode etik jurnalistik yang menekankan integritas dan tanggung jawab

Lima, Bias Media Dalam Meliput Konflik Sensitif

Kecenderungan media massa untuk memberikan informasi dengan cara yang tidak objektif, seringkali karena kepentingan politik, ekonomi, atau ideologis.

Bias ini bisa muncul dalam berbagai bentuk, seperti pemilihan kata, penekanan pada sudut pandang tertentu, pengabaian berita tertentu, atau framing berita dengan cara tertentu.

  1. BIAS NARASI: Berita yang menguntungkan pihak tertentu saja
  2. BIAS SELEKSI: Berita yang mendukung pandangan politik tertentu
  3. BIAS BAHASA: Penggunaan frasa, kesan positif, kesan negatif
  4. BIAS KONFIRMASI: Mewadahi salah satu pihak saja selama konflik
  5. BIAS FRAMING: Pengaruhi interpretasi publik terhadap isu tertentu
  6. BIAS SUMBER: Narasumber yang mendukung parpol tertentu

 Enam, Jenis Represi Dalam Peliputan

  1. Represi fisik: dipukul, alat liputan dirusak, data dipaksa hapus, dll
  2. Represi psikis: intimidasi, diancam dibunuh, diteror, dibuntuti, dll
  3. Represi digital: doxing, diretas, disadap, KBGO, dispam, banned/sensoring, dll
  4. Represi hukum: UU ITE, KUHP Baru, RUU Penyiaran, somasi, dll.

Tujuh, Pentingnya Mitigasi Risiko Sebelum, Saat, dan Setelah Liputan

  1. Sebelum Liputan
    • Riset Mendalam: Pelajari latar belakang konflik, para pihak yang terlibat, dinamika, serta potensi bahaya yang ada di lokasi. Hal ini membantu kamu memahami risiko yang mungkin muncul selama liputan.
    • Penilaian Risiko: Identifikasi faktor-faktor risiko yang mungkin kamu hadapi, seperti kekerasan, intimidasi, atau gangguan fisik. Apakah lokasi rawan dengan bentrokan atau adanya aktor yang tidak bisa diprediksi?
    • Koordinasi dan Komunikasi: Pastikan kamu terhubung dengan redaksi dan jaringan lokal. Sampaikan rencana perjalanan, lokasi liputan, dan nomor kontak darurat kepada seseorang yang bertanggung jawab, agar mereka tahu keberadaanmu.
    • Peralatan dan Persiapan: Siapkan peralatan yang mendukung keamanan seperti helm, jaket anti peluru jika diperlukan, ponsel satelit, serta alat-alat komunikasi yang aman dan terenkripsi.
    • Pelatihan Keamanan Holistik: Mengikuti pelatihan dasar tentang mitigasi risiko seperti keselamatan fisik, respon medis darurat, serta bagaimana menghadapi intimidasi atau ancaman saat liputan.
  2. Saat Liputan
  • Patuhi Protokol Keselamatan: Hindari lokasi-lokasi yang berisiko tinggi, seperti pusat bentrokan atau daerah tanpa pengamanan. Pastikan selalu mengikuti instruksi keselamatan setempat, seperti peringatan evakuasi atau aturan militer.
  • Tetap Netral dan Profesional: Jaga sikap netral dan hindari menunjukkan afiliasi dengan salah satu pihak yang bertikai. Jangan menghakimi atau mengutarakan pendapat yang bisa memicu ketegangan.
  • Hindari Paparan Langsung: Selalu perhatikan sekitar dan hindari situasi yang bisa berubah menjadi konflik fisik. Jika terjadi eskalasi, segera evakuasi dari lokasi berbahaya.
  • Gunakan Pendekatan Sensitif: Saat mewawancarai korban atau pihak terkait, gunakan pendekatan yang empatik. Hindari pertanyaan yang bisa memperburuk trauma mereka atau membuat mereka merasa diancam.
  • Tetap Terhubung: Selalu informasikan keberadaanmu secara rutin kepada kontak darurat atau redaksi. Laporkan setiap perubahan kondisi keamanan atau jika kamu merasa berada dalam bahaya.
  1. Setelah Liputan
    • Laporan Pasca Liputan: Setelah menyelesaikan liputan, buat laporan terkait tantangan dan risiko yang dihadapi. Ini penting untuk memperbaiki prosedur keamanan ke depannya.
    • Penyimpanan dan Keamanan Data: Pastikan rekaman, foto, dan catatan lapangan tersimpan di tempat yang aman. Gunakan enkripsi untuk melindungi data dari akses yang tidak sah, terutama jika melibatkan informasi sensitif atau saksi.
    • Dukungan Psikologis: Liputan konflik sering kali memengaruhi kesehatan mental. Jika merasa stress atau trauma setelah liputan, jangan ragu mencari dukungan psikologis dari profesional atau kolega.
    • Evaluasi Diri dan Tim: Lakukan evaluasi terhadap kesiapan, tindakan mitigasi yang dilakukan, serta hasil liputan. Apakah ada hal yang perlu diperbaiki dalam perencanaan atau pelaksanaan liputan?

Semoga tulisan ini menjadi tambahan nutrisi bagi pembaca-khususnya Anda yang berprofesi sebagai jurnalis.

Ilustrasi: Profesi Wartawan. (indonesiadaily.net)

Anda mungkin juga suka...