Beranda » Ponpes Nurul Ulum Pulau Gili Raja Sumenep Asah Kecakapan Santrinya di Bidang Kepenulisan

Ponpes Nurul Ulum Pulau Gili Raja Sumenep Asah Kecakapan Santrinya di Bidang Kepenulisan

Rabu (8/1/2025) pagi, Pondok Pesantren Nurul Ulum, Pulau Gili Raja, Desa Banmaleng, Kecamatan Giligenting, Kabupaten Sumenep, asah kemampuan santrinya di bidang kepenulisan.

Pengasahan  itu dikemas dengan Talkshow Kepenulisan bertajuk “Wujudkan Generasi Cakap Literasi” dan mendatangkan Ach Jazuli, Penggagas Komunitas Ghâi’ Bintang (KGB) Sumenep dan Abd Gafur, Penggagas Mangsèn Institute.

Lukman Hakim, salah satu tenaga pendidik di lembaga yang ada di bawah naungan Yayasan Al-Misbah itu menuturkan, kegiatan itu bertujuan untuk menunjukkan totalitas lembaga dalam memberikan fasilitas terbaik demi kepentingan pengembangan kemampuan santri di sana.

“Acara ini, sebagai wujud dari totalitas sekolah untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada siswa, bisa memahami kebutuhan siswa sehingga dalam proses belajar mengajar terfasilitasi,” katanya.

Menurutnya, berbicara soal literasi, tidak hanya tentang literasi menulis, juga ada literasi numerasi, literasi finansial, dan kebudayaan. Intinya, sekolah bisa memfasilitasinya dengan baik kepada siswa agar mereka bisa berproses secara utuh.

Lukman bilang, peserta didik dan pendidiknya penting untuk kolaborasi demi mewujudkan apa yang diinginkan siswa. Termasuk Talkshow kepenulisan. Kegiatan tersebut diikuti kurang lebih 80 peserta, yang terdidi dari siswa MTs dan MA.

“Adanya Talkshow ini, kami ingin siswa juga memahami soal prestasi tak melulu bicara nilai mata pelajaran atau angka di atas kertas. Melainkan, bisa juga berprestasi melalui karya-karya lain,” jelas guru Bahasa Indonesia tersebut.

Lukman Hakim (kiri), Guru Mapel Bahasa Indonesia di Ponpes Nurul Ulum yang menginisiasi kegiatan Talkshow Kepenulisan di lembaga tersebut. (Dok.Ponpes Nurul Ulum)

Memberi Warna Baru

Faiqotur Rohmah, guru lainnya menilai, kegiatan itu memberi warna baru bagi siswa di lembaga tersebut. Pasalnya, pertama kali diadakan.

“Kegiatan ini merupakan kegiatan pertama di Nurul Ulum. Tentu saja sangat begitu luar biasa. Kami sangat senang kegiatan ini bisa terlaksana. Kami bangga melihat antusias mereka dari awal sampai selesai,” katanya.

Menurutya, selain jadi warna baru, kegiatan tersebut dapat benar-benar membuat siswa paham materi yang disampaikan oleh narasumber. Kedepan, katanya, siswa dapat menuangkan ide serta gagasannya melalui tulisan.

“Kami berharap, ada diantara siswa di sini yang mampu mempublikasikan karyanya. Baik secara mandiri di media massa maupun difasilitasi sekolah. Dan kami yakin, sekolah akan terus mendukung bakat dan kreativitas siswa. Termasuk di dunia kepenulisan ini,” jelas Faiq.

Ach. Fauzi Ma’ied, Ketua Yayasan Al-Misbah mengatakan, kegiatan itu sudah lama dibicarakan dengan dewan guru lainnya.

“Acara yang muncul dari Pak Lukman ini, sebenarnya sudah lama dibicarakan dengan kami dan dewan guru lainnya. Oleh karena itu, terima kasih kepad Pak Lukman yang sudah jadi inisiator dari kegiatan ini,” jelas Fauzi, dalam sambutannya.

Dia berharap, para peserta dapat memahami serta mempraktikkan materi yang diperoleh dari narasumber. Selain itu, setelah Talkshow para siswa dapat menghasilkan karya sesuai kemampuan yang dimiliki.

Ach. Fauzi Ma’ied, Ketua Yayasan Al-Misbah (baju batik -pegang mic) tengah memberikan sambutan saat pembukaan acara. (Dok Ponpes Nurul Ulum)

Membuka Cakrawala Baru “Sadar Bahwa Menulis Itu Mudah”

Finatus Syarifah, Siswa Kelas Sebelas MA Nurul Ulum menilai, acara tersebut membuatnya sadar bahwa menulis tidak sesulit yang dibayangkan selama ini.

“Jujur banyak sekali yang saya dapatkan dari acara ini, terutama tentang kepenulisan. Yang awalnya saya kira menulis esai itu susah, tetapi ternyata sederhana dan gampang. Bahkan saya bisa mencari inspirasi di lingkungan yang ada di Gili Raja ini, seperti yang kak Gafur sampaikan,” tutur Fina.

Fina mengaku, sebelum ada kegiatan itu, memang sudah sering membuat puisi. Adanya kegiatan tersebut mendorongnya semakin giat memperdalam bidang kepenulisan untuk berkarya.

Dia bilang, sekolah dapat meningkatkan upaya untuk terus mendorong para siswa agar suka dengan literasi. Sebab, sejauh ini, belum banyak siswa yang menyukai kegiatan literasi.

“Rata-rata, teman-teman di sini belum tergugah  atau menyukai literasi. Bahkan hampir terbilang cuma dua dan tiga orang saja yang menyukainya. Saya harap, nantinya semangat Pak Lukman dengan bikin Komunitas Pena Nurul Ulum berjalan secara berkelanjutan. Bersyukur semisal sampai membuahkan karya,” katanya.

Fina meminta agar sekolahnya juga menyediakan fasilitas berupa perpustakaan yang memang sejauh ini belum tersedia.

“Di sekolah ini tidak ada perpustakaannya. Dan mungkin itu salah satu alasan mengapa siswa di sekolah ini belum tergugah atau kurang menyukai literasi,” katanya.

Para peserta talkshow tampak konsentrasi menyimak penyampaian materi oleh Ach Jazuli. (Dok Ponpes Nurul Ulum)

Kamiliatur Rahmaniyah, siswa lainnya mengatakan, kegiatan tersebut berjalan dengan menyenangkan dan sangat bermanfaat.

“Saya mendapatkan banyak pengetahuan baru seputar dunia literasi, saya diajak untuk mengeksplorasi potensi kreatif saya melalui serangkaian diskusi yang luar biasa,” jelasnya.

Kamil bilang, kegiata itu telah mendorongnya untuk merenungkan peran penulisan dalam konteks yang lebih luas, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya orisinalitas dalam suatu karya.

Dia menjelaskan, kegiatan itu memberikan pemahaman untuk mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan dalam tulisannya yang dihasilkan sejauh ini.

“Acara ini telah membuka cakrawala saya tentang dunia kepenulisan. Kedepannya, saya berharap dapat terus mengasah kemampuan literasi saya dengan konsisten berlatih menulis. Saya berencana untuk menuangkan semua ide dalam bentuk karya tulis, dan bisa terus menerapkan budaya membaca dalam keseharian saya,”

“Saya berharap sekolah dapat menyediakan lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan literasinya. Ini bisa berupa peningkatan akses terhadap buku dan sumber belajar literasi yang beragam, baik fiksi maupun non-fiksi, serta penyelenggaraan kegiatan literasi yang lebih variatif dan menarik,” jelasnya.

Menurut Kamil, dukungan itu bisa berupa lomba menulis, workshop, dan kunjungan literasi. Selain itu, penting juga untuk menciptakan lingkungan sekolah yang mendukung minat baca dan menulis siswa. Misalnya dengan menyediakan pojok baca yang nyaman dan menyediakan waktu khusus untuk kegiatan literasi di dalam kurikulum.

“Sekolah perlu memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan bakat dan minat menulis siswa, dengan menyediakan bimbingan dan mentoring dari guru atau penulis profesional bagi siswa yang berminat untuk menekuni bidang kepenulisan,” katanya.

Selain itu, sekolah juga bisa memfasilitasi partisipasi siswa dalam lomba menulis dan publikasi karya tulis siswa, baik di tingkat sekolah, daerah, maupun nasional. Tujuannya, agar siswa yang berbakat dapat mengembangkan potensi secara optimal dan mendapatkan pengakuan atas karyanya.

Semangat Siswa Perlu Merawat

Ach Jazuli, mengaku bangga bisa membersamai para siswa Nurul Ulum. Pasalnya, selain siswa sangat antusias, masih ada guru yang peduli untuk memfasilitasi di bidang tersebut.

“Saya juga katakan “keren”, karena dari beberapa peserta (siswa) yang berani unjuk kemampuan, rata-rata memiliki cara berpikir out of the box, public speaking-nya juga begitu tertata. Tinggal bagaimana “sekolah” mampu menjembatani dan terus memberikan ruang-ruang kreatif dan visioner kepada mereka,” jelas penulis dengan nama pena Ajaz  El-Marzy tersebut.

Menurutnya, kegiatan tersebut tidak boleh selesai pada acara seremoni harian, harus dipikirkan program tindak lanjutnya. Sangat disayangkan jika hanya berhenti di hari itu.

“Eman-eman, terdapat banyak bibit unggul yang saya temukan, jika kegiatan kemarin tidak ada semacam follow up,” katanya.

Jazuli merekomendasikan : Pertama, agar kegiatan tersebut dapat dilanjutkan dalam wujud pendampingan-pendampingan. Boleh dalam komunitas, maupun individual-kolektif. Karena sebuah kegerakan menuju lingkungan literat, memang harus dimulai dari bahu-membahu membangkitkan kesadaran.

Keuda, pendampingan tersebut harus memiliki indikator nyata, misal siswa akan melahirkan buku antologi bersama, atau lebih bersyukur lagi jika tercipta satu siswa satu buku.

Ketiga, sekolah membentuk kru majalah atau buletin siswa, sehingga proses belajar-menulis mereka dapat diukur secara berkala. Karena memang “hanya” dengan terus belajar menulis, orang akan bisa menulis.

Keempat, sekolah harus berani mengambil sikap besar.

“Di sela-sela acara, saya sempat ngobrol dengan salah satu inisiator kegiatan tersebut, karena kebetulan saat ini saya memang menanyakan tentang perpustakaan sekolah, ada atau tidak ada. Ternyata memang belum ada. Saya katakan pada beliau, jika sekolah mau, namun “tidak memiliki dana” insyallah saya bantu carikan jalan,” katanya.

Dia bilang, siap menghubungkan dengan penerbit-penerbit atau donatur-donatur. InsyaAllah di luar sana, banyak “sekali” orang baik yang mau mendonasikan buku-buku terbaiknya untuk penerus bangsa. Saya dan komunitas saya sudah pernah lakukan hal itu.

Kelima, sekolah bisa juga dengan memberikan akses kepada siswa untuk mengikuti komunitas-komunitas menulis secara daring.

“Toh, sudah ada beberapa siswa yang memang bilang bahwa dirinya sedang mengikuti dan bergabung pada komunitas daring. Tentu hal ini sebagai lampu hijau yang barang tentu sekolah hanya tinggal memberikan pemantik lanjutan agar semangat siswa tersebut ngalir dan menyebar pada siswa-siswa yang lain,” jelasnya.

Menurut Jazuli, jika untuk pemerintah terkait, tidak hanya di kepulauan, meski di daratan fenomena semacam pembiaran dan acuh tak acuh terhadap giat-giat literasi memang sangat minim. Hal ini terbukti dari banyaknya sekolah (baik negeri maupun swasta) yang tidak memiliki perpustakaan, atau punya, tapi sangat dipaksakan keberadaannya.

“Mau bukti lagi? Cek saja kegiatan-kegiatan atau event-event yang dimotori pemerintah, seberapa banyak, sih yang bertajuk literasi, atau ketika pameran-pameran berlangsung, ada gak yang “berani” memamerkan secam karya tulis, buku atau semacamnya,” ungkapnya.

Foto:  Ach Jazuli, tengah menyampaikan materi kepada para peserta.(Dok. Ponpes Nurul Ulum)

Admin