Pasal “penyediaan alat kontrasepsi” sedang hangat dibincangkan bahkan masih menimbulkan kontroversi. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa pasal “penyediaan alat kontrasepsi” mengandung multi tafsir.
Beberapa hari ini ramai diperbincangkan tentang “penyediaan alat kontrasepsi untuk kalangan pelajar”. Pemicunya adalah Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, terutama Pasal 103 ayat (1) dan ayat (4).
Pada ayat (1) menyatakan “Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi.”
Sedangkan pada ayat (4) menyatakan ”Pelayanan Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a). deteksi dini penyakit atau skrining; b). pengobatan; c). rehabilitasi; d). konseling; dan e). penyediaan alat kontrasepsi.”
Pasal “penyediaan alat kontrasepsi” ini yang memancing perdebatan, sehingga Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.
Majelis Ulama Indonesia mengatakan, ini bertentangan dengan norma agama dan Pancasila. Namun, penjelasan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berbeda. Menurutnya, Pasal 103 sejatinya mengakomodasi remaja yang menikah dini agar bisa menurunkan angka kematian balita dan mencegah stunting.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa pasal “penyediaan alat kontrasepsi” mengandung multi tafsir. Dan yang dikawatirkan adalah tafsir negatif, di mana negara dianggap melegalkan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar, sebagai bagian dari edukasi kesehatan reproduksi dan seks yang sehat. Karena itu, wajar jika ada desakan menghapus/memperbaiki pasal tersebut.
Sebenarnya, ada atau tidak pasal tersebut, alat kontrasepsi sudah dijual bebas di pasaran. Pembeli dapat dengan mudah mendapatkannya di banyak apotek, toko-toko obat, toko-toko tradisional hingga toko modern. Dan harganya pun terjangkau.
Bahkan, menurut penuturan sejumlah penjaga toko yang menjual alat kontrasepsi, setiap menjelang malam valentine day dan malam tahun baru, pembelian kondom oleh kalangan muda-mudi meningkat tajam melebihi hari-hari biasanya.
Kuat dugaan, mereka merayakan dua hari raya anak muda itu dengan bersenang-senang berpesta seks. Ini ditunjukkan oleh beberapa media bahwa pasca malam tahun baru dan/atau valentine day, ditemukan banyak kondom bekas berserakan di semak-semak sejumlah tempat wisata berlatar perkebunan/taman. Juga, petugas kebersihan sering menemukan kondom bekas berserakan di taman-taman kota (ruang terbuka hijau).
Karena itu, yang lebih penting dari sekadar perdebatan “penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar” adalah penguatan sex education bagi pelajar. Fokusnya bukan hanya seputar kesehatan reproduksi dan seks yang sehat, tapi yang sangat penting adalah mengajarkan kepada mereka tentang hukum agama terkait pergaulan bebas hingga seks bebas.
Tampaknya, ini yang belum banyak dipahami kalangan pelajar, sehingga mereka melakukan pergaulan bebas hingga seks bebas tanpa beban, tanpa merasa bersalah. Sebagaimana ditunjukkan saat perayaan malam valentine day dan/atau perayaan malam tahun baru.
Padahal dalam Islam, perbuatan zina masuk dalam kelompok dosa besar yang tidak mudah diampuni. Karena itu, peringatan keras dalam Islam bukan hanya pada perbuatan zina, tapi juga pada perbuatan-perbuatan yang mendekati zina, sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Isra’ ayat 32 “wa lā taqrabūz zinā, innahū kāna fāhisyatan wa sā-a sabīlā” (janganlah kau mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu merupakan perbuatan keji dan jalan terburuk).
Lalu, siapa yang harus melakukan sex education? Dimulai dari keluarga, kemudian di sekolah. Keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama, peletak dasar pendidikan selanjutnya, terutama pendidikan agama dan akhlak. Orang tua di rumah berkewajiban mengedukasi anak-anaknya sejak dini dengan sex education yang benar.
Demikian pula di sekolah, mata pelajaran agama harus memuat materi sex education yang memadai. Dan yang tak kalah penting, pengawasan orang tua dan sekolah sangat diperlukan agar pelajar terhindar dari pergaulan bebas dan perilaku menyimpang. Wa mā taufīqī illā billāh.
Ilustrasi: Alat kontrasepsi. (Desain Gafur – Canva)
*Penulis merupakan Guru Besar IAIN Madura.