Ketua Asosiasi Petani Milenial Sumenep, Achmad Purwanto Hadi Kusuma, meminta pemerintah Pemkab setempat perhatikan nasib petani tembakau. Perhatian itu, katanya, harus didasari dengan adanya regulasi atau peraturan yang jelas.
Purwanto bilang, dalam waktu dekat segera menjalin koordinasi dengan seluruh asosiasi petani tembakau di kabupaten setempat guna menyatukan persepsi dalam mengawal hak dan kesejahteraan petani tembakau.
“Mayoritas masyarakat di Sumenep adalah petani tembakau. Makanya, kesejahteraan mereka harus benar-benar terjamin,” katanya, Selasa (6/5/2025).
Menurutnya, selain dibuatkan regulasi, Pemkab Sumenep harus memastikan tidak ada tembakau luar yang masuk ke dalam daerah.
“Itu supaya harga tembakau di Sumenep ini bisa lebih terkontrol. Artinya tidak kemudian anjlok akibat banyak tembakau dari luar,” ujarnya.
Dia juga mendesak Pemkab Sumenep segera menentukan patokan harga tembakau. Dari harga eceran terendah alias harga dasar hingga harga eceran tertinggi (HET).
“Patokan harga itu sangat penting. Supaya pabrikan tidak membeli tembakau petani dengan sembarang harga,” tegasnya.
Dia meminta, Pemkab setempat tak hanya berwacana dalam urusan menjamin nasib petani tembakau.
“Regulasi itu penting, sebagai dasar dalam menerapkan sebuah kebijakan,” ujarnya.
Gunaifi Syarif Arrodhy, Anggota Komisi II DPRD Sumenep mengaku sudah lakukan berbagai upaya, khususnya mengawal stabilitas harga tembakau selama musim tanam tahun ini.
Legislatif, katanya, telah meminta eksekutif agar segera mengoperasikan Gedung Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di Kecamatan Guluk-Guluk agar tembakau petani lokal lebih mudah untuk terserap dan diolah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),”
“Kami juga sudah memanggil PD Sumekar, untuk mendesak agar KIHT segera dioperasikan,” katanya, Selasa (6/5/2025).
Pihaknya berjanji segera memanggil sejumlah pihak pabrikan. Agenda tersebut untuk membicarakan tentang stabilitas harga tembakau selama musim tanam 2025.
“Ini memang menjadi agenda rutin tiap tahun. Pihak gudang diundang ke komisi untuk bicara tentang harga tembakau,” sebutnya.
Menurutnya, sudah ada peraturan daerah (perda) tentang tembakau. Seperti Perda Sumenep, Nomor 6, Tahun 2012, tentag pedoman pelaksanaan pembalian dan pengusahaan tembakau. Namun perda tersebut belum mampu mengakomodasi kepentingan petani. Terutama tentang harga dasar hingga harga eceran tertinggi (HET) tembakau di dalam daerah.
Karena itu, Komisi II mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk membahas revisi perda tentang tembakau.
“HET sangat penting untuk diatur dalam perda. Karena ini menyangkut kepentingan orang banyak. Apalagi, mayoritas di Sumenep adalah petani tembakau,” pungkasnya.
Foto-Ilustrasi: Petani di Sumenep tengah menyiram tembakau. (pekaaksara.com)
Penulis: Moh. Busri
Editor : Abd Gafur