Menartil “Makna” Nuzulul Qur’an

Foto Al-Qur'an :(https://id.wikipedia.org wiki/Berkas:Qur%27an_and_Rehal.jpg)

Penulis: Prof. Dr. H. Mohammad Kosim, M.Ag.

Al-Qur’an adalah kalāmullāh yang diturunkan ke­pada Nabi Muhammad saw. dengan periwayatan secara muta­wātir dan membacanya adalah ibadah. Kalāmullāh ini  diturunkan di bulan Ramadan, bulan yang diberkahi, sebagaimana dinyatakan dalam surah al-Baqarah ayat 185 Syahru ramadāna alladzī unzila fīhil qur’ānu (Bulan Ramadan adalah [bulan] yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an).

Dalam banyak referensi dinyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama, diturunkan sekaligus dari lauhil mahfudz ke langit dunia pada malam yang diberkali (lailatun mubārakatun/lailatul qadar), yang waktunya—menurut hadits Nabi—terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Turun tahap pertama ini ditunjukkan dengan kata anzala yang bermakna “turun sekaligus dari tempat yang tinggi” sebagaimana ditunjukkan dalam surah al-Qadr ayat 1 (Innā anzal­nāhu fī lailatil qadri) & surah ad-Dukhān ayat 3 (Innā anzalnāhu fī lailatin mubārakatin).

 Tahap kedua, diturunkan bertahap dari langit dunia ke Nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun. Yang diturunkan pertama adalah surah al-‘Alaq ayat 1-5, pada tanggal 17 Ramadan (6 Agustus 610 M), ketika Nabi sedang menyen­diri dan bertafakur di Gua Hira (sekitar 6 km dari Mekah/Ka’bah).

Sedangkan ayat yang diturunkan terakhir—menurut sebagian ulama–adalah surah al-Baqarah ayat 281 (Wat taqū yauman turja`ūna fīhi ilallāh, tsumma tuwaffā kullu nafsin mā kasabat wa hum lā yudzlamūn). Turun tahap kedua ini ditun­jukkan dengan kata nazzala yang bermakna “turun secara bertahap”, sebagaimana ditunjukkan dalam surah al-Hijr ayat 9 Nahnu nazzalnadz dzikra wa innā lahū la hāfidzūna (Sesungguhnya Kami yang menurunkan al-Qur’an dan pasti [Kami] pula lah yang menjaganya).

Ada juga pendapat bahwa al-Qur’an diturunkan satu tahap sekaligus, sehingga kata anzala bermakna mulai menurunkan, sedangkan nazzala ber­makna informasi turunnya Qur’an secara bertahap. Bahkan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa al-Qur’an turun tiga tahap, dengan menunjukkan perbedaan antara kata anzala, nazala, dan nazzala yang terdapat dalam al-Qur;an. Kata anzala menunjukkan al-Qur’an diturunkan dari lauhil mahfudz ke langit dunia; kata nazala  menunjukkan al-Qur’an  diturunkan dari langit dunia ke Nabi; dan kata nazzala  menunjukkan proses pembumian Qur’an dalam kehidupan.

Lalu, apa fungsi al-Qur’an diturunkan? Tentang hal ini disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 185 (Syahru ramadāna alladzī unzila fīhil qur’ānu hudan lin nāsi wa bayyinātin minal hudā wal furqāni); Surah al-Furqan ayat 1 (Tabārakal ladzī nazzalal-furqāna ‘alā ‘abdihī liyakūna lil-‘ālamīna nadzīran); surah Shād ayat 87 (In huwa dzikrun lil `ālamīna); dan surah  al-Isra’ ayat 82 (Wa nunazzilu minal qur’āni mā huwa syifā-un wa rahmatun lil mu’minīna).

Dari ayat-ayat tersebut diketahui bahwa al-Qur’an diturunkan untuk menjadi (1) hudan, petunjuk ke jalan yang lurus untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat; (2) nadzīr, peringatan bagi mereka yang menempuh jalan yang sesat; (3) dzikr, pengingat akan ajaran Allah dan sebagai media mengingat Allah; (4) syifa’, penyembuh berbagai penyakit khususnya penyakit hati; dan (5) sebagai rahmat yang menyelamatkan di dunia dan akhirat.

Sejalan dengan fungsifungsi di atas, kandungan al-Qur’an menurut al-Qāsimī (dalam Mahāsinut Ta’wīl) terdiri atas sem­bilan pokok bahasan, yaitu tentang (1) halāl, ayat-ayat yang menje­laskan tentang sesuatu yang dihalalkan; (2) harām, ayat-ayat yang menjelaskan tentang sesuatu yang diharamkan; (3) muhkām, ayat-ayat yang jelas makna­nya; (4)  mutasyābih, ayat-ayat yang tidak jelas mak­nanya; (5) basyīr, ayat-ayat yang berisi kabar gem­bira; (6) nadzīr, ayat-ayat yang berisi peringatan; (7) qishah, ayat-ayat yang berisi kisah/­ce­rita; (8) `idhah, ayat-ayat yang berisi nasi­hat; dan (9) matsal, ayat-ayat yang berisi per­um­pamaan.

Lalu, bagaimana caranya agar fungsi-fungsi al-Qur’an tersebut bisa dicapai? Dengan membacanya, memahami maknanya, menggali muatannya, melaksanakan ajarannya, dan menyampaikan ajarannya ke pihak lain. Tapi ini sangat tidak mudah, hanya orang-orang tertentu yang mampu melakukannya. Sedangkan sebagian besar umat Islam berada pada level tidak bisa dan bisa membaca al-Qur’an. Yang bisa membaca pun beragam; ada yang tidak lancar, ada yang lancar, sebagian kecil bisa membaca dengan tartil, dan beberapa mampu menghafal al-Qur’an.

Namun, terdapat fenomena menggembirakan dalam masyarakat muslim, di mana sekolah-sekolah al-Qur’an tumbuh menjamur di mana-mana didukung dengan metode-metode cepat belajar al-Qur’an, sehingga anak-anak lebih mudah dan lebih cepat bisa membaca al-Qur’an.

Demikian pula, pesantren tahfidz dan sekolah tahfidz berdiri di banyak tempat plus metode cepat menghafal al-Qur’an, sehingga lebih banyak lagi santri yang hafal al-Qur’an. Tentu saja, orang tua berperan penting agar putra-putrinya memiliki semangat yang kuat untuk belajar membaca, menghafal bahkan memahami kandungan al-Qur’an.

Kita perlu belajar kepada saudara kita, penyandang disabilitas netra yang mampu melantunkan al-Qur’an dengan tartil yang disempurnakan dengan tajwidnya, bahkan menghafalnya dengan baik. Kita juga perlu belajar kepada sebagian para orang lanjut usia, yang istikamah membaca al-Qur’an meskipun dengan bantuan kacamata pembesar.

Imam Syafii, mujtahid mutlak yang pendapatnya diikuti mayoritas muslim dunia, masih menghatamkan al-Qur’an sebanyak 60 kali selama bulan Ramadan.

Setiap muslim memang sangat dianjurkan berupaya akrab dengan al-Qur’an. Barangkali, selama ini  “tartil”  diistilahkan dalam konteks membacanya dan diartikan pelan, teliti, dan khidmat. Maka melalui tulisan ini, penulis dengan tulus mengajak pembaca untuk  Menartil “Makna” Nuzulul Qur’annya dengan cara terus membaca dan  terus terdorong untuk mengkaji  kalāmullāh ini dengan penuh kekhusukan dan tuntunan para ahli Qur’an.

Wa mā taufīqī illā billāh.

 

Penulis merupakan Guru Besar IAIN Madura.

Catatan: Tulisan ini merupakan republikasi dari tulisan Prof. Mohammad Kosim di website resmi IAIN Madura.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *