Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) ungkap situasi kebebasan akademik di Indonesia. Lembaga ini beberkan temuannya terkait model tren pelanggaran kebebasan akademik di Indonesia. Temuan itu disampaikan dalam pertemuan tahunan yang dilakukan oleh dalam pertemuan tahunan KIKA yang diselenggarakan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, 11-12 Juli 2024.
Dalam keterangan resminya, KIKA membeberkan beberapa temuannya tentang model tren pelanggaran kebebasan akademik sepanjang pada tahun 2023-2024.
“Ada teror ke akademisi terus menerus terjadi dengan menggunakan instrumen otoritarianisme digital, kemajuan teknologi digital yang memfasilitasi pemerintah dan institusi otoriter untuk memantau dan mengontrol aktivitas online. Otoritarianisme digital dan kebebasan akademik saling terkait,” tulis KIKA, Selasa (16/7/2024).
KIKA menegaskan, kemajuan teknologi digital yang memfasilitasi pemerintah dan institusi otoriter untuk memantau dan mengontrol aktivitas online dapat mengganggu kebebasan akademik. Contohnya, serangan siber terhadap aktivitas akademik dan penundukan kampus oleh otoritas negara dapat menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan pengembangan keilmuan.
Dalam konteks yang lebih luas, jelas KIKA, otoritarianisme digital dan kebebasan akademik juga terkait dengan demokrasi yang melemah. Represi terhadap kebebasan akademik dan pers dapat menjadi bagian dari strategi politik kekuasaan untuk mengawetkan sistem otoriter. Berbagai problematika kebebasan akademik telah meningkat sepanjang 2023-2024.
KIKA melihat selama ini yang menjadi persoalan pelanggaran kebebasan akademik mulai dari faktor kenaikan pembayaran UKT. Hal tersebut berkaitan juga dengan problem integritas akademik mulai dari joki jurnal ilmiah hingga problem pengangkatan guru besar bermasalah. Termasuk melibatkan tokoh politik dan kekuasaannya, pula tekanan terhadap berbagai aktivitas insan akademik yang kritik kebijakan publik, juga kritik terkait fenomena Sumber Daya Alam (SDA).
Sepanjang 2023-2024, KIKA mendampingi berbagai kasus pelanggaran kebebasan akademik, ada 27 jenis kasus yang didampingi dan menjadi perhatian oleh KIKA.
“Berdasarkan kasus tersebut, Dosen, mahasiswa, kelompok masyarakat sipil menjadi korban pelanggaran kebebasan akademik,” kata KIKA.
Secara garis besar, KIKA mencatat ada 4 model pelanggaran kebebasan akademik, adapun tekanan dan sejumlah tanda-tanda ancaman ;
Serangan Kepada Gerakkan Mahasiswa (BEM, Persma, dsb);
- Pembredelan LPM Acta Surya Stikosa AWS Surabaya
- Permanggilan BEM PPNS terkait aksi Omnibus Law
- Pemberhentian Mahasiswa STAIMS Yogyakarta
- Polemik Mahasiswa Udayana
- Represi Kampus Terhadap Aksi Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta
- Polemik BEM UB
- Kriminalisasi Khariq, Mahasiswa UNRI
- Polemik Data penerima KIP-K akibat Ransomware, dan
- Problem biaya pendidikan tinggi dan upaya pendidikan gratis bersama Aliansi APATIS
Problem Insan Akademik dan kaitan dengan Advokasi Kebijakan Publik;
- Pelibatan akademisi kritis dalam Tim Reformasi Hukum Kemenkopolhukam
- Advokasi isu bahasa Daerah
- Pemberangusan kritik akademisi selama Pemilu 2024
- Pemberhentian Prof.BUS sebagai Dekan FK Unair setelah kritisi Dokter Asing dampak Omnibus Law bidang Kesehatan
Problem Insan Akademik dan kaitan dengan Advokasi Problem SDA;
- Kasus Haris-Fatia dan isu SDA di Papua
- Pelarangan peneliti asing isu orang utan melawan KLHK (Erick Meijard, dkk);
- Advokasi Wadas;
- Advokasi Rempang;
- Advokasi Pakel;
- Dukungan terhadap Suku Awyu, Boven Digoel Papua akibat deforestasi;
- Dukungan terhadap warga Pulau Mendol;
- Dukungan terhadap warga terdampak PT RUM
Integritas Akademik & Polemik Guru Besar;
- Dugaan plagiat Dosen UIN KHAS Jember;
- Polemik Kumba Digdowaseso;
- Polemik Pejabat Publik yang bermasalah dalam pengangkatan Guru Besar;
- Polemik BRIN;
- Persoalan Puluhan Guru Besar bermasalah ULM;
- Persoalan integritas akademik Guru Besar lainnya
Menurut KIKA, teror ke akademisi dan masyarakat sipil terus menerus terjadi tanpa ada upaya maju perlindungannya di level negara maupun institusi perguruan tinggi. Hal ini meningkat dalam setahun terakhir.
“Apa yang terjadi kasus-kasus kebebasan akademik sepanjang tahun 2023-2024, sebenarnya hanya mengulang peristiwa-peristiwa serangan yang terus menerus terjadi sejak 2015,” ungkap KIKA.
KIKA kembali mengingatkan Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik, khususnya prinsip 2, 3, dan, 4 terkait kebebasan penuh mengembangkan tri dharma perguruan tinggi dengan kaidah keilmuan, mendiskusikan mata kuliah dan pertimbangkan kompetensi keilmuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan larangan terhadap pendisiplinan bagi insan akademisi yang berintegritas.
“Outlook kebebasan akademik pada tahun 2024 dan di tahun mendatang, KIKA berharap atas transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian persoalan integritas akademik Guru Besar, dan berharap Mendikbud bertanggungjawab atas kekacauan yang ditimbulkan,” tulis KIKA.
Hal tersebut, kata KIKA, guna mendorong resielensi insan kampus dan masyarakat sipil dalam membentengi kebebasan akademik yang semakin tertekan akibat serangan, ancaman, dan intimidasi oleh otoritas. Baik internal perguruan tinggi maupun otoritas negara yang mengancam suara kritis mahasiswa, kelompok akademisi yang kritis terhadap kebijakan publik yang tidak tepat dan problem SDA, serta masalah serius integritas akademik di Indonesia.
Ilustrasi: Pelanggaran Akademik (by CANVA/Gafur/Indoklik)