Kami Kader Hijau Muhammadiyah, manifestasi dakwah Muhammadiyah dalam rangka membentuk masyarakat ekologis untuk menjaga kelestarian lingkungan di muka bumi, menyampaikan pandangan kami terhadap tawaran konsensi tambang yang menyasar ke Organisasi Masyarakat (ORMAS) Keagamaan yang termatup pada perubahan PP Nomor 96 Tahun 2021 ke PP Nomor 25 tahun 2024 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Penetapan ini menimbulkan berbagai polemik di kalangan masyarakat sebab pemerintah memberikan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada organisasi masyarakat (ORMAS) Muhammadiyah.
Melalui berbagai kajian mengenai dampak pertambangan terhadap kemaslahatan umat dan alam semesta di masa mendatang, kami mengambil sikap dan membuat kertas posisi sebagai tanggapan adanya tawaran tersebut.
Pokok maksud dari kertas posisi ini ialah mendesak ormas keagamaan, khususnya Muhammadiyah, untuk menolak pemberian IUP tambang batu bara. Adapun mengenai alasan penolakannya sudah kami himpun menjadi poin-poin di dalam tulisan ini:
Peran Muhammadiyah Tetap Menjaga Jati Diri Ormas Keagamaan
Organisasi Masyarakat (Ormas) keagamaan mempunyai peran penting dalam memperkuat prinsip agama, nilai, melestarikan norma, dan kepercayaan kepada Tuhan. Ormas juga dapat menjadi mitra strategi dalam membangun stabilitas nasional. Lebih dari itu, ormas menjadi ujung tombak serta mempunyai daya dan Upaya strategis menuntun dan menjadi partner masyarakat membangun moril bagi bangsa.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam, telah berjuang cukup lama membangun bangsa, melalui kontribusinya dalam membangun stabilitas bangsa serta bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Sebagaimana nilai dan cita-cita Muhammadiyah yang tercantum dalam landasannya yakni terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pada 1 dekade berikutnya, Muhammadiyah mulai benar-benar secara serius mempertajam ideologi dan manhaj pemikiran ekologisnya. Dalam Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke 44 tahun 2000 tertuang amanah untuk “…..memakmurkan bumi serta tidak melakukan perusakan terhadap alam”.
Setelahnya terbit Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), mencatat uraian khusus tentang panduan kehidupan dalam melestarikan lingkungan hidup yang berbunyi “Lingkungan hidup sebagai alam sekitar dengan segala isi yang terkandung di dalamnya merupakan ciptaan dan anugerah Allah yang harus diolah/dimakmurkan, dipelihara, dan tidak boleh dirusak”.
Terakhir, Muktamar Muhammadiyah ke-48 tahun 2022 mengusung tema “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta” bersamaan dengan terbitnya Risalah Islam Berkemajuan. Secara sungguh-sungguh pada Muktamarnya yang terakhir, Muhammadiyah mengajak masyarakat dunia untuk menyerukan dan mengawal berbagai regulasi yang dapat membahayakan lingkungan dan kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu, Muhammadiyah secara kelembagaan harus bersikap tegas MENOLAK tawaran aturan pemerintah mengenai izin kelola pertambangan yang berpotensi merusak hajat keseimbangan kehidupan. Muhammadiyah harus tetap konsisten dalam membangun bangsa sesuai cita-citanya serta menjauhkan diri dari kemudharatan, terlebih lagi memerangi apapun yang dapat membawa kesengsaraan bagi ummat, bangsa dan alam.
Rekam Jejak Konflik Pertambangan Mineral dan Batubara
Pertambangan batu bara kini beroperasi pada lahan seluas 4 juta hektar yang tersebar di 23 provinsi di Indonesia, dengan mayoritas di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan (Catahu JATAM, 2018) Pada tahun 2022, pemerintah melakukan pencabutan IUP dengan total IUP yang dicabut terdiri dari 112 IUP mineral dan 68 IUP batu bara. Pencabutan ini ditengarai akibat seratusan perusahaan tersebut tidak memanfaatkan izin yang diberikan sebagaimana mestinya.
Pencabutan IUP batu bara paling banyak dilakukan di provinsi Kalimantan Timur sebanyak 34 IUP (50 persen) yang dimiliki oleh 34 pelaku usaha. Ada 2.078 perusahaan tambang kehilangan izin usaha pertambangan karena tidak melaksanakan kewajibanya. Salah satu peraturan yang paling krusial adalah reklamasi pasca tambang. Banyak perusahaan yang mangkir dan meninggalkan lubang bekas tambang.
Pada tahun 2021, Kementerian ESDM mencatat, Indonesia memiliki cadangan batu bara terverifikasi sebesar 31,69 miliar ton. Sekitar 43% dari total cadangan tersebut berada di wilayah Kalimantan Timur. Kota Samarinda menjadi salah satu kota yang paling terdampak dari kegiatan pertambangan batubara.
Kota tersebut lebih dari 71% wilayahnya sudah ditetapkan sebagai Wilayah Izin Usaha Tambang (WIUP) dari total luas sebesar 718 km2 dan sampai saat ini tercatat sebanyak 16 perusahaan tambang masih aktif (memiliki izin) yang beroperasi di Samarinda, kurang lebih sebanyak 250 tambang beroperasi
Pada tahun 2014-2019 ada 71 konflik yang terjadi. Kasus itu terjadi pada lahan seluas 925.748 hektar, Konflik paling banyak terjadi di provinsi Kalimantan Timur (14 kasus); diikuti Jawa Timur (8 kasus); dan Sulawesi Tengah (9 kasus). Konflik itu terkait keberadaan tambang emas (23 kasus), batubara (23 kasus), dan pasir besi (11 kasus). Contoh lain kasus dari kegiatan eksplorasi tambang batu bara pada 2020 ada sebanyak 3.092 lubang tambang yang tidak direklamasi di Indonesia, termasuk 814 di antaranya terdapat di Kalimantan Selatan
Resiko pertambangan mineral dan batubara bagi sosial dan lingkungan
Praktiknya hari ini, pertambangan di Indonesia terkhusus mineral dan batubara menjadi kasus penjarahan dan berkontribusi memiskinkan serta memberikan traumatik yang mendalam dialami oleh masyarakat. kita melihat ada begitu banyak usaha pertambangan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak kompeten atau justru sengaja tidak kompeten untuk memaksimalkan laba. Terjadi penggusuran masyarakat adat, terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang memiskinkan warga lokal.
Tahun 2020, Jaringan Advokasi Tambang mencatat ada sekitar 3.092 lubang tambang yang ditinggalkan begitu saja. Sejauh ini, 40 nyawa telah hilang, meninggal jatuh tenggelam di lubang tambang, rata-rata korbannya anak-anak dibawah umur. Belum lagi kerusakan yang dtimbulkan seperti menghilangkan unsur ekosistem, dan lambat laut menimbulkan bencana sosial-ekologis.
Resiko pertambangan mineral dan batubara bagi sosial dan lingkungan adalah sangat signifikan dan berpotensi mengancam kesehatan lingkungan dan masyarakat sekitar. Daya rusak yang dihasilkan dari suatu pertambang akan banyak mempengaruhi ekosistem alam seperti pencemaran air, kerusakan lahan, kualitas tanah, kualitas udara, kesehatan, masyarakat.
Potensi korupsi Pertambangan
Praktik korupsi di sektor pertambangan tidak bisa dilepaskan dari buruknya pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga ke hilir. Pada tahun 2014, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkaki dan memetakan, ada 10 persoalan terkait pengelolaan pertambangan. Masalah tersebut antara lain adalah renegosiasi sejumlah kontrak pertambangan, peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral dan batubara, penataan kuasa pertambangan atau izin usaha pertambangan, serta peningkatan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Lima persoalan lain adalah pelaksanaan kewajiban pelaporan secara reguler, pelaksanaan kewajiban reklamasi dan pasca tambang, penerbitan aturan pelaksana UU No 4/ 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pengembangan sistem data dan informasi, pelaksanaan pengawasan, dan pemaksimalan penerimaan negara.
Beberapa Indikasi potensi korupsi pertambangan batu bara hasil dari kajian yang dilakukan oleh Publish What You Pay (PWYP) pada tahun 2016 diantaranya:
- Terdapat WIUP dan IUP di wilayah hutan yang dilarang untuk kegiatan pertambangan, seperti hutan konservasi dan hutan lindung (khusus hutan lindung dengan model penambangan terbuka/open pit mining).
- Terdapat perusahaan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), namun tetap mendapatkan IUP.
- Terdapat perusahaan yang tidak berkomitmen menyetor dana jaminan reklamasi dan pascatambang, namun tetap mendapatkan IUP.
- Terdapat indikasi tumpang tindih izin (baik antar komoditas yang sama, maupun komoditas yang berbeda seperti antara izin sawit dan izin tambang).
- Tunggakan pembayaran pajak dan penerimaan negara yang tidak diawasi dan ditagih dengan baik.
Setelah melihat persoalan diatas, kami melihat Muhammadiyah belum punya pengalaman secara profesional pengelolaan pertambangan, setidaknya kapasitas keahlian dalam bidang pertambangan tersebut. Maka ketika tambang dikelola oleh ormas dengan kapasitas keagamaannya tidak menutup kemungkinan akan ada potensi kecurangan dengan praktik-praktik seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dan masuk jebakan kubangan oligarki yang makin menjerumuskan Muhammadiyah pada kezaliman.
Pertambangan dan Dampak Buruk Pada Perempuan
Tidak ada tambang yang ramah lingkungan dan berpihak terhadap perempuan. Barangkali hari ini kita bisa berdalih bahwa pertambangan menghasilkan keuntungan ekonomi yang amat menggiurkan. Namun faktanya tambang memiliki daya rusak yang serius terhadap lingkungan hidup dan penghidupan sosial masyarakat. Terlebih pada perempuan, seringkali pengambilan keputusan atas konsesi tambang tidak pernah mempertimbangkan suara perempuan.
Aktivitas pertambangan beresiko membuat perempuan mengalami penindasan berlipat. Mulai dari hilangnya akses perempuan terhadap sumber daya alam membuat kemandirian ekonomi perempuan hilang. Sebab lahan yang dijadikan pertambangan merupakan wilayah kelola yang memiliki potensi ekonomi berkelanjutan, ramah perempuan dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Luasnya area pertambangan beresiko menghilangkan berbagai tumbuhan yang hidup di atas lahan. Perempuan umumnya memiliki peran kuat untuk perawatan, pengarsipan pengetahuan dan pengalaman tentang alam, kemampuan ini berpotensi hilang. Semua upaya tersebut tidak dianggap produktif sehingga seringkali dianggap layak dihilangkan secara struktural oleh pertambangan dengan sokongan penuh pengurus negara.
Di tengah polemik konsesi tambang bagi ormas, bahkan ‘Aisyiyah mampu memberikan respon elegan dengan mendorong akselerasi energi bersih, berkelanjutan dan adil (Pimpinan Pusat Aisyiyah 2024). Akselerasi energi bersih menjadi upaya menekan dampak pertambangan yang dapat mengantarkan bumi menuju kerusakan lebih parah dan penindasan berlipat terhadap perempuan melalui lembaga risetnya.
Apabila menilik sikap ‘Aisyiyah melalui lembaga riset miliknya, dapat kita maknai bahwa ada harapan besar untuk Muhammadiyah dapat menolak tawaran IUP yang sedang dilakukan pemerintah. Hari ini, ketika Muhammadiyah – secara kelembagaan maupun personal di berbagai tingkat – menerima konsesi tambang bukankah sama saja sedang meruntuhkan segala perjuangan ‘Aisyiyah sebagai organisasi otonom dan gerakan perempuan Muhammadiyah yang lahir dari state of mind yang tajdid ?
Dengan mempertimbangkan masalah-masalah di atas, kami kader-kader Muhammadiyah yang terhimpun dalam Kader Hijau Muhammadiyah menyatakan sikap sebagai berikut:
- Menolak kebijakan pemerintah memberikan izin kepada organisasi masyarakat keagamaan untuk mengelola pertambangan seperti ekstraksi batubara karena akan merusak alam dan organisasi masyarakat keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang bermoral.
- Pemberian izin tambang pada ormas keagamaan, berpotensi hanya akan menjadi sumber konflik interest dan menguntungkan segelintir elit ormas, menghilangkan tradisi kritis ormas, dan pada akhirnya melemahkan organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang bisa mengontrol dan mengawasi pemerintah.
- Mendesak PP Muhammadiyah bersikap tegas untuk menolak kebijakan pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan dan membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah ditawarkan pemerintahan Jokowi karena akan menjerumuskan Muhammadiyah pada kubangan dosa sosial dan ekologis.
- Mendesak PP Muhammadiyah agar kembali khittah perjuangan dan tidak menerima tawaran konsesi tambang, yang kemudian hari akan membuat Muhammadiyah terkooptasi menjadi bagian dari alat pemerintah untuk mengontrol masyarakat, serta terus mendorong penggunaan energi terbarukan.
- Meminta Muhammadiyah untuk menata organisasi secara lebih baik dan profesional dengan mendayagunakan potensi yang ada demi kemandirian ekonomi tanpa harus masuk dalam bisnis kotor tambang yang akan menjadi warisan kesesatan historis.
- Muhammadiyah untuk semua, milik banyak orang—Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, Ranting hingga individu-individu yang berkhidmat pada Muhamadiyah—bukan hanya milik Pimpinan Pusat dan elite-elitnya. Kita semua punya caranya sendiri mencintai Muhammadiyah sebagai wadah untuk menjaga kelestarian lingkungan.
- Menyerukan seluruh Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang hingga Ranting Muhammadiyah serta seluruh elemen masyarakat untuk berkonsolidasi dan terus berupaya membatalkan peraturan yang rawan menyebabkan kebangkrutan sosial dan ekologi.
Demikian kertas posisi ini kami buat dan sampaikan kepada pimpinan-pimpinan Muhammadiyah baik dari tataran pusat sampai ranting untuk segera bertindak terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentang peraturan pemerintah (PP) nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
References:
Ardianto, Aan. 2023. “‘Aisyiyah Gerakan Perempuan yang Autentik, Khas Indonesia.” Muhammadiyah.
Databooks, 2022 : 10 Provinsi dengan Cadangan Batu Bara Terbesar pada 2021
Hukum Online, 2020 : Jatam: Ada 71 Konflik Pertambangan Periode 2014-2019.
ICW, 2023: https://antikorupsi.org/id/jeratan-kelas-dalam-korupsi-pertambangan-di-indonesia.
JATAM 2024, NESTAPA PULAU KECIL INDONESIA: Alam Dijarah, Penduduknya Dimiskinkan, dan Dikriminalisasi.
JATAM, 2020 : 2020 Adalah Tahun Panen Ijon Politik Tambang, Kriminalisasi hingga Berujung Bencana.
JATAM. 2019. “Sudah 34 Korban, Lubang Tambang Batubara di Kaltim Terus Merenggut Nyawa
Kamim, Anggalih Bayu Muh. 2023. “Hak Atas Air Terpasung, Beban Perempuan di Tengah Bayang-bayang Tambang.” Mongabay.
Komnas Perempuan. 2019. “Isu HAM Perempuan dalam Konflik Pertambangan – Rencana/Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah.” Komnas Perempuan.
Muttaqien, Widyanto. 2024. Jebakan Katak Dalam Kelola Tambang Bagi Ormas.
Pimpinan Pusat Aisyiyah. 2024. “Tak Ribut Ijin Usaha Tambang, ‘Aisyiyah Dorong Akselerasi Energi Baru Terbarukan.” Pimpinan Pusat Aisyiyah.
PP Muhammadiyah. 2000. Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah. Jakarta: PP Muhammadiyah.
Purnomo, Dian, Desra Sihombing, Bayu Apriliano, and Ambrosius Adir. 2023. Berontak Sebagai Syarat Kehidupan Kebengisan Industri Tambang di Mata Perempuan Kepulauan. Jakarta: JATAM Nasional.
PWYP Indonesia, 2016: Perizinan Tambang Sarat Potensi Korupsi.
Sandiah, Fauzan A. 2023. “Risalah Islam Berkemajuan untuk Krisis Ekologi #1.” Muhammadiyah.
*Tulisan ini merupakan republikasi dari laman resmi Kader Hijau Muhammadiyah.