Kader Hijau Muhammadiyah Desak Sejumlah Pihak Selesaikan Konflik Agraria di Pakel

Posko Perjuangan Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) berada di lahan reclaiming saat peringatan tiga tahun pendudukan lahan. (Foto: projectmultatuli.org/Alvina NA – CC BY-NC-ND 4.0)-

Kader Hijau Muhammadiyah (KHM) menyoroti serangan dan intimidasi yang dialami  Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi oleh preman dan petugas keamanan PT Bumisari Maju Sukses (BMS). Sorotan tersebut, sebagaimana disampaikan Parama Satria, Komite Daerah KHM Jember, Senin (8/4/2024).

Parama mengatakan, serangan dan intimidasi tersebut membuat RTSP was-was, khawatir,  dan tetap dibayang-bayangi kejadian serupa di lain waktu. “Warga Pakel masih dibayang-bayangi kegelisahan (khawatir) mendapat intimidasi dan serangan kembali sewaktu-waktu dari PT Bumi Sari,” katanya, dalam keterangan yang diterima Indoklik, Senin (8/4/2024).

Akibat kondisi tersebut, katanya, mau tidak mau warga Pakel secara bergiliran melakukan penjagaan dan berbagai aktivitas di posko. Tentu saja kondisi ini sangat mengganggu kekhusyukan warga dalam melakukan peribadahan di bulan Ramadan.

Dia menilai, peningkatan konflik agraria yang terjadi hari ini sangatlah berkebalikan dengan prinsip Islam dalam memandang persoalan alam (tanah). Islam memaknai alam sebagai ruang hidup dan menghidupkan makhluk lainnya.

Menurutnya, manusia yang diciptakan dari bumi seharusnya berperan sebagai pengelola yang dapat memakmurkan ruang hidupnya. Sebab memakmurkan alam menjadi bentuk pengejawantahan tanggung jawab moral atas akal yang diberikan oleh Tuhan.

“Serupa dengan [Q.S. Ṣād (38): 26] yang berbunyi : Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan,” jelasnya.

Parama menegaskan, memakmurkan alam dapat terwujud dalam berbagai bentuk seperti mencintai, merawat dan mengelola secara adil. Pun sejarah panjang penyebaran Islam, nabi Muhammad SAW ketika kembali ke kota Madinah usai perang Tabuk menunjukkan ekspresi cinta kepada gunung Ubud atas manfaat dan memori kejadian pada zaman itu.

“Ini berarti Rasulullah pun mengajarkan kita untuk mencintai dan menganggap gunung Ubud serupa dengan makhluk yang hidup, berakal dan dapat merasa. Dengan menyadari bahwa alam juga makhluk hidup akan menumbuhkan rasa cinta dan merawat alam serta menghindarkan manusia untuk merusaknya,” jelas Parama.

Dia menilai, konflik agraria di berbagai wilayah sangat jelas menunjukkan kondisi Indonesia hari ini [termasuk ketimpangan dalam penguasaan lahan yang terjadi di Pakel]sangat bertentangan dengan perbuatan Nabi Muhammad SAW dan prinsip Islam memandang alam. Alam hanya dipandang sebagai objek untuk memenuhi nafsu manusia. Prinsip memakmurkan dan berkeadilan tidak lagi berlaku dalam mengelola alam.

“Ketimpangan yang dialami RTSP ini merupakan buntut panjang atas objektifikasi terhadap alam. Dari 1.309,7 ha lahan, hanya 321,6 ha yang dapat dikelola oleh warga sedangkan sebagian dikuasai oleh pihak lain. Claiming PT Bumi Sari atas kawasan “Akta 1929” sebagai bagian perkebunannya menjadikan warga kehilangan lahan dan semakin dimiskinkan,” ungkapnya.

Sekalipun pemerintah telah menetapkan HGU PT Bumi Sari tidak masuk di wilayah Pakel, katanya, namun PT Bumi Sari masih tetap berupaya untuk merampas tanah yang sudah menjadi hak warga ini. Terlebih PT Bumi Sari melakukannya dengan cara menyerang dan mengintimidasi warga Pakel (RTPS).

“Lantas manfaat apa yang mereka peroleh dari tanah yang mereka ambil dengan cara melukai orang lain ini? Perampasan tanah ditambah dengan intimindasi dan penyerangan yang dilakukan PT Bumi Sari ini merupakan perbuatan dzalim dan diharamkan dalam agama Islam,” tandasnya.

Dia bilang, berdasarkan kajian dalam tafsir Subul al-Salam, perampasan tanah merupakan perbuatan zalim dan haram serta akan mendapat hukuman yang keras bagi orang yang melakukannya.

Membicarakan tanah, katanya, tidak hanya membicarakan manusia yang tinggal di atas tanah itu saja namun seluruh mahkluk – hewan, tumbuhan, makhluk lain dan tanah itu sendiri – yang hidup yang ada disana. Karenanya merampas tanah yang sudah dihuni dan dikelola menimbulkan banyak kerugian.

“Parahnya, kerugian ini tidak hanya dirasakan hari ini saja dan justru berkelanjutan hingga beberapa generasi ke depan. Lalu dapat kita pertanyakan akankah masa depan mereka akan baik – baik saja jika tanah untuk hidup telah dirampas paksa seperti ini?” ujar Parama.

Oleh karena itu, kata Parama, KHM menentang segala bentuk perilaku kekerasan seperti serangan, intimidasi, perusakan tanaman dan fasilitas yang dilakukan oleh preman-preman PT Bumi Sari terhadap RTSP. Menurutnya, perilaku tersebut selain merugikan secara materi, fisik, dan psikis juga mengganggu kekhusyukan ibadah RTSP di bulan Ramadhan.

“KHM mendukung penuh perjuangan RTSP untuk mendapatkan kembali hak-hak atas ruang hidup yang telah direbut,” tandasnya.

KHM, katanya, menuntut PT Bumi Sari untuk hengkang dari wilayah Desa Pakel sesuai dengan SK KEMENDAGRI 13 Desember 1985 nomor SK.35/HGU/DA/85, SK Bupati Banyuwangi tahun 2015 nomor 188/402/KEP/429.011/2015 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi dan keputusan BPN Banyuwangi pada 14 Februari 2018 nomor 280/600.1.35.10/II/2018 yang menyatakan bahwa wilayah Desa Pakel tidak masuk dalam HGU PT Bumi Sari.

Tidak hanya itu, tegas Parama, KHM menuntut Pengadilan Negeri Banyuwangi dan Polda Jatim untuk membebaskan 3 Pejuang Pakel yang ditahan dengan pertimbangan pencabutan keseluruhan pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong dan keonaran oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

KHM juga mendesak PP Muhammadiyah mengesahkan fiqih agraria dan menerbitkan fatwa penyelesaian konflik agraria di Indonesia dalam jangka waktu sampai dengan sebelum dilantiknya presiden dan wakil presiden 2024-2029 sebagai bentuk antisipasi terjadinya konflik agraria yang berkepanjangan selama periode pemerintahan baru berlangsung.

“Kami juga memohon kepada Ayahanda – Ibunda PP Muhammadiyah dan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang, Ranting Muhammadiyah untuk menunjukkan keberpihakan dan keterlibatannya terhadap rakyat dalam penyelesaian konflik agraria di berbagai wilayah Indonesia,” ujarnya.

Parama bilang, KHM mendesak  seluruh pemangku kebijakan Negara Kesatuan Republik Indonesia, jajaran kepolisian RI dan seluruh pihak yang terlibat dalam perampasan tanah rakyat untuk menghentikan tindak perselingkuhan dengan pemilik modal dan bergerak kembali pada amanat UUD 1945 atas pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam Indonesia terhadap kemakmuran rakyat Indonesia.

“Kami juga mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk turut memperjuangkan hak rakyat Indonesia yang sedang ditindas.  Kami mendukung berbagai bentuk perjuangan yang masyarakat lakukan. Bukan hanya untuk kita yang hidup hari ini saja. Namun perjuangan kita lakukan untuk mereka (alam dan manusia) yang hidup di masa depan,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *