Sastra  

IBEKA dalam Ingatan

IBEKA dalam Ingatan

 

Jarum jam, menit dan detik berkejaran

Di atas arena waktu

Berpasang-pasang kaki Perintis bergegas

Menuju bukit mimpi negeri yang tak kunjung tuntas

###

Daun-daun teh merayuku

Melambai pelan memanggilku

Aromanya yang khas membuatku terpikat

###

Bunga-bunga cengkeh bermekaran

Menafsirkan senyum kebersamaan di bukit Panaruban

###

Sepuluh hari dalam matematika waktu

Mataku  menangkap wajah perempuan itu.

Memoriku merekamnya jelas:

berseri, teduh, memancarkan cahaya kebijaksanaan dan kasih sayang

###

Kubuka manuskrip kehidupannya

Jiwaku bergetar; sebab tak ada diksi menyerah di dalamnya

Ia piawai menyembunyikan lelahnya untuk menerangi negeri yang kadang redup bahkan nyaris gelap ini.

“Bu Puni, Bu Puni, Bu,…,izinkan aku jadi anakmu. Anak ideologismu.”

###

Lelaki itu memancarkan cahaya keberanian

Setiap nafasnya berdzikir kerakyatan

Ia tak henti menyirami tunas-tunas harapan negeri

dengan air idealisme yang suci

###

Bu Puni, Pak Is, engkau tahu?

Perpisahan ini  begitu menyayat. Tapi, jangan larang air mataku mengalir deras

Sebab, waktu menyeretku untuk melangkah ikhlas

Meninggalkan IBEKA dengan ingatan yang membekas

Melangkahkan kaki dengan lekas

kembali ke rumah untuk sekadar ambil napas

###

Kutitipkan surat kerinduan di lereng bukit Panaruban

Seketika bukit itu bergetar. reranting cengkeh melambai.

Angin pun bergemuruh: suara menggelegar muncul dari arah yang tak kuduga.

“Wahai para Perintis, pulanglah, pulanglah, pulanglah! Terangi tanah airmu dengan cahaya semangat pengabdian yang tak pernah padam. Berikan air inspirasi yang kau timba di IBEKA kepada mereka yang haus perubahan. Tak perlu hapus air matamu yang mengalir deras. Biarkan, biarkan, biarkan, ia jadi saksi hatimu yang ikhlas”.

###

Bu Puni, aku tahu, aku bukan penulis legendaris, tapi izinkan, izinkan, izinkan aku menulis kenangan ini di atas kertas keabadian.

Pak Is, aku tahu dan sadar, aku bukan pelukis. Tapi, izinkan, izinkan, dan izinkan,

aku melukis IBEKA diatas kanvas ingatan

 

Panaruban, Subang, Jawa Barat 2024

*Puisi ini aku persembahkan untuk IBEKA sekaligus mewakili rekan-rekan peserta PERINTIS2024. Dibaca saat malam penutupan PERINTIS2024.

Foto : Pembacaan puisi oleh Gafur pada malam penutupan kegiatan PERINTIS2024 di Panaruban, Subang, Jawa Barat, Selasa (30/7/2024).(Tim Dokum PERINTIS)

 

*Akrab disapa Gafur. Penulis-Jurnalis yang tak pernah puas dalam proses belajarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *