Kurikulum di Indonesia telah mengalami sejumlah perubahan signifikan sepanjang sejarahnya. Dari kurikulum yang berbasis pada kebutuhan kolonial Belanda hingga kurikulum yang lebih mengakomodasi kebutuhan lokal dan global saat ini. Perkembangannya telah melibatkan berbagai pendekatan dan penyesuaian untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Pada masa kemerdekaan, kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Indonesia mengalami beberapa perubahan penting. Kurikulum pada masa itu mencoba untuk menyesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional, nilai-nilai budaya, dan kebutuhan zaman.
Sejumlah perubahan signifikan meliputi kurikulum tahun 1947 yang menitikberatkan pada pembentukan karakter dan patriotisme. Kurikulum 1952 yang menekankan pada pengembangan wawasan kebangsaan. Serta kurikulum tahun 1964 yang memberikan perhatian pada pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang lebih luas.
Di samping itu, pengenalan kurikulum berbasis keterampilan dan pengetahuan praktis juga menjadi fokus dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan dan dunia kerja.
Kurikulum akan terus berubah sesuai perubahan dalam kebutuhan pendidikan dan masyarakat. Ketika zaman, teknologi, dan kebutuhan dunia kerja berubah, kurikulum harus menyesuaikan agar siswa dapat memperoleh keterampilan yang relevan untuk masa depan.
Perubahan kurikulum juga memungkinkan inklusi nilai-nilai baru, metode pengajaran yang lebih efektif, serta pembaruan materi yang lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini. Semuanya untuk mempersiapkan generasi mendatang dengan lebih baik.
Pendidikan adalah sebuah elemen kunci dalam mempersiapkan generasi masa depan untuk menghadapi perubahan yang konstan di dunia ini. Salah satu aspek penting dalam perubahan pendidikan adalah penyesuaian kurikulum. Perubahan dalam kurikulum sering dianggap sebagai solusi utama untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, secara langsung, perubahan kurikulum itu sendiri tidak menjamin kualitas dan perbaikan pembelajaran yang lebih baik.
Perbaikan kualitas pembelajaran lebih tergantung pada bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan, didukung oleh fasilitas, pengajar yang berkualitas, dukungan dari pemerintah, dan pengawasan, serta evaluasi yang terus-menerus. Kurikulum yang baik hanyalah satu bagian dari persamaan yang lebih besar dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dalam konteks ini, growth mindset atau pola pikir bertumbuh, muncul sebagai konsep yang sangat relevan dan berpotensi mendukung transformasi kurikulum. Growth mindset adalah pandangan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat berkembang melalui upaya, latihan, dan ketekunan.
Dalam konteks perubahan kurikulum, konsep ini membawa beberapa implikasi yang penting. Pertama, dengan mendorong siswa, guru, dan stakeholder pendidikan untuk mengadopsi pola pikir pertumbuhan, perubahan kurikulum bisa dilihat sebagai peluang untuk berkembang, bukan sebagai ancaman.
Growth mindset juga membantu dalam mengatasi hambatan dan rintangan yang seringkali muncul saat merancang atau mengimplementasikan kurikulum baru. Ketika individu memiliki keyakinan bahwa mereka bisa belajar dan tumbuh melalui cara berpikir yang growth mindset, maka proses pembelajaran akan lebih kreatif dan inovatif.
Selain itu, growth mindset mempromosikan kolaborasi yang erat antara guru, siswa, dan orang tua. Ini penting dalam proses perubahan kurikulum karena melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam merancang dan menjalankan kurikulum yang efektif.
Pola pikir pertumbuhan mendorong pemahaman bahwa belajar adalah usaha bersama, dan setiap individu memiliki peran penting dalam kesuksesan pendidikan. Growth mindset juga mempromosikan evaluasi yang konstruktif.
Dalam paradigma perubahan kurikulum, ada kebutuhan untuk terus memantau, mengevaluasi, dan mengadaptasi pendekatan yang digunakan. Individu dengan growth mindset lebih terbuka terhadap umpan balik, baik positif maupun negatif, dan melihatnya sebagai peluang untuk belajar dan tumbuh.
Dalam menghadapi perubahan kurikulum, penting untuk memahami bahwa perjalanan ini mungkin tidak selalu mulus. Namun, dengan growth mindset, individu dan lembaga pendidikan dapat memandang perubahan sebagai peluang, memanfaatkan hambatan sebagai batu loncatan untuk pertumbuhan, dan berkolaborasi dalam merancang kurikulum yang lebih adaptif dan relevan bagi siswa.
Dengan demikian, growth mindset menjadi unsur penting dalam paradigma perubahan kurikulum. Dalam dunia yang terus berubah, pendekatan ini membantu mengubah perubahan dari tantangan menjadi kesempatan dan memungkinkan pendidikan untuk berkembang sesuai dengan kebutuhan masa depan.
Mengembangkan pola pikir pertumbuhan terhadap perubahan kurikulum adalah langkah kunci untuk meraih keberhasilan dalam menghadapi perubahan pendidikan.
Membangun growth mindset dalam konteks perubahan kurikulum bisa dilakukan dengan cara:
Pertama, adalah memahami apa itu growth mindset. Ini adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat berkembang melalui upaya dan latihan. Pelajari literatur terkait dan ikuti pelatihan yang berkaitan dengan pola pikir pertumbuhan.
Kedua, mengubah cara berbicara: Perhatikan bahasa dan kata-kata yang digunakan. Hindari berbicara negatif tentang perubahan kurikulum. Ganti cara berpikir “Saya tidak bisa melakukannya” menjadi “Saya akan belajar bagaimana melakukannya.” Ini adalah langkah penting dalam merubah pola pikir.
Ketiga, atur tujuan pembelajaran yang realistis: Fokus pada tujuan pembelajaran yang dapat dicapai. Membangun growth mindset tidak berarti mengabaikan realitas. Tetapkan tujuan yang ambisius tetapi realistis, dan lihat setiap pencapaian sebagai langkah menuju pertumbuhan.
Keempat, bersedia menghadapi tantangan: Jadilah terbuka terhadap tantangan yang mungkin muncul selama perubahan kurikulum. Melihat tantangan sebagai kesempatan untuk tumbuh dan belajar. Jangan takut gagal, karena kegagalan adalah bagian dari proses pembelajaran.
Kelima, terlibat dalam proses perubahan: Jangan menjadi penonton pasif. Ambil bagian aktif dalam merancang atau mengimplementasikan kurikulum baru. Memberikan kontribusi dan ide-ide konstruktif, sehingga merasa memiliki bagian dalam proses.
Keenam, mencari umpan balik: Aktif mencari umpan balik dari rekan, siswa, dan orang tua. Terima umpan balik sebagai kesempatan untuk belajar dan meningkatkan diri. Hindari defensif dan selalu berpikir bagaimana dapat mengembangkan diri.
Ketujuh, kolaborasi dan dukungan: Berkolaborasi dengan sesama guru, staf, dan pemangku kepentingan lainnya. Diskusikan ide-ide dan pengalaman untuk meningkatkan kurikulum. Dukungan sosial dapat memberikan motivasi dan pemahaman yang lebih dalam.
Kedelapan, self-care: Jaga keseimbangan antara bekerja keras dan merawat diri sendiri. Merawat kesejahteraan fisik dan mental adalah penting untuk mempertahankan pola pikir pertumbuhan yang sehat.
Kesembilan, pemantauan dan evaluasi diri: Terus menganalisis dan mengevaluasi diri sendiri. Identifikasi area yang perlu ditingkatkan dan berkomitmen untuk terus belajar dan berkembang.
Kesepuluh, jadikan perubahan sebagai proses: Ingatlah bahwa perubahan kurikulum adalah proses yang berkelanjutan. Tidak akan selalu mulus, tetapi pola pikir pertumbuhan membantu untuk tetap fokus pada peningkatan jangka panjang.
Membangun growth mindset dalam konteks perubahan kurikulum merupakan investasi jangka panjang yang bernilai besar. Meskipun membutuhkan waktu dan usaha, pendekatan ini memberikan manfaat jangka panjang bagi individu dan perbaikan pendidikan secara keseluruhan.
Dengan growth mindset, individu dilengkapi dengan keyakinan bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui upaya, ketekunan, dan pembelajaran. Ketika diaplikasikan dalam perubahan kurikulum, pendekatan ini membantu siswa, guru, dan administrasi pendidikan.
Hemat penulis, menyemai, menanam, dan merawat growth mindset bukanlah proses instan. Namun, dampaknya dapat melampaui perubahan kurikulum itu sendiri. Growth mindset dapat menciptakan budaya pembelajaran yang progresif. Cara berpikir ini akan melihat dan menghadapi tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan secara keseluruhan.
Agus Budi Hariyanto, Guru matematika yang menjalani tugas pada sebuah madrasah berbasis pesantren di Kecamatan Pakong, Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Pamekasan.
Berpengalaman sebagai fasilitator untuk USAID DBE-3 (2010-2012). USAID PRIORITAS (2012-2017). Fasilitator Program Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Kementerian Agama RI (2021-sekarang). Instruktur Visitasi AKMI Kementerian Agama RI (2022). Tim Pengembang Kurikulum layanan SKS Provinsi Jawa Timur (2017-sekarang) dan kegiatan lain seputar dunia pendidikan.