Skandal pemerasan oleh oknum aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) bersama oknum pejabat Inspektorat Sumenep, tidak hanya terjadi sekali. Selain Kepala Desa (Kades) Batang-batang Daya, Kecamatan Batang-batang, masih ada korban lain yang juga diperas.
Fakta ini terungkap berdasar pengakuan Sekretaris Desa (Sekdes) Gunggung, Kecamatan Batuan, Sumenep, Busar. Kepada awak media, dia mengaku menjadi korban pemerasan dengan motif yang sama.
Mei 2025, Busar dihubungi oleh Jufri, Auditor Pembantu V Ispektorat Sumenep. Jufri menyampaikan informasi terkait temuan realisasi proyek pembangunan jembatan di Desa Gunggung yang diduga fiktif.
Pasalnya, data temuan itu dikantongi oleh Ketua LSM SIDIK, Syaiful Bahri. Dalam hal tersebut, Jufri mengaku ingin membantu mediasi antara Pemerintah Desa (Pemdes) Gunggung dengan aktivis LSM bersangkutan.
“Awalnya menyampaikan ada temuan. Tapi ujungnya meminta uang,” ujarnya, Rabu (28/05/2025).
Kepada Busar, Jufri mengirimkan nomor telepon Syaiful Bahri untuk segera dihubungi. Namun dalam hal itu, Jufri berpesan kepada Busar agar tidak membocorkan informasi tersebut kepada pihak lain.
“Pak Jufri mengaku ingin membantu komunikasi dengan Pak Syaiful, sebelum temuan proyek itu dilaporkan ke kejaksaan,” tuturnya.
Awalnya, Busar sempat mengabaikan arahan dari Jufri. Tetapi makin hari, Sekdes Gunggung itu terus didesak untuk segera menjalin komunikasi dengan Syaiful. Pasalnya, hal demikian untuk segera menyelesaikan kasus temuan proyek yang dimaksud.
Jufri menyampaikan kepada Busar mengenai data temuan yang dikantongi Syaiful. Disebutkan, anggaran proyek pembangunan jembatan di Desa Gunggung mencapai sebesar Rp145 juta. Sedangkan hasil analisa perhitungan Syaiful, proyek tersebut hanya menghabiskan sebesar Rp100 juta.
“Saya tidak tahu betul dasar analisa tersebut. Tapi yang jelas, dia (Syaiful, Red) meminta sisa anggaran yang dianggap tidak terpakai, yakni sebesar Rp45 juta,” jelasnya.
Menurut Busar, klaim terkait data temuan yang disampaikan Syaiful melalui Jufri, dianggap tidak rasional. Sebab, awalnya disampaikan bahwa proyek yang dimaksud itu fiktif. Padahal, pekerjaannya telah selesai dan telah ada bukti fisik.
“Bahkan setelah selesai pekerjaannya, langsung diresmikam oleh Pak Camat,” ujarnya.
Kemudian, komunikasi selanjutnya disampaikan bahwa anggaran proyek yang dimaksud tidak terserap penuh. Sehingga menyisakan anggaran sebesar Rp45 juta. Seharusnya, lanjut Busar, jika proyek tersebut fiktif, maka semua anggaran tidak terealisasi sama sekali.
Syaiful melalui Jufri mengancam Sekdes Busar. Jika uang sebesar Rp45 juta tidak segera dibayar, maka temuan itu akan dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
“Akhirnya kami mengirimkan uang ke rekening BRI atas nama Syaiful Bahri sebesar Rp3.870.000,” sebutnya.
Tidak lama dari itu, Jufri kembali menghubungi Busar. Dia meminta bertemu untuk mengembalikan uang yang dikirimkan. Busar menduga, uang itu mau dikembalikan karena tidak sesuai dengan jumlah awal yang diminta.
Mengenai keterlibatan Jufri dalam skandal pemerasan tersebut telah dicurigai dari awal. Sebab yang melakukan komunikasi pertama kali terhadap Sekdes adalah Jufri, bukan Syaiful.
“Kami sudah melaporkan kasus pemerasan ini kepada polisi,” tegasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sumenep, Iptu Agus Rusdiyanto, membenarkan adanya laporan dari korban lain. Laporan itu masuk sebelum dilakukan OTT terhadap tersangka.
“Kami terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini,” tegasnya.
Foto: Konferensi pers terkait kasus pemerasan oleh oknum LSM dan Pejabat Inspektorat di Polres Sumenep, Rabu (28/05/2025). (Foto: Moh. Busri/Indoklik).
Penulis: Moh. Busri
Editor : Abd Gafur