Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP) kembali mendatangi Kantor Kepolisian Resor Kota Banyuwangi atau Polresta Banyuwangi, Kamis (20/6/2024) pagi. Mereka mendesak Polresta Banyuwangi untuk segera bebaskan Muhriyono dengan menangguhkan penahanannya.
Harun, Ketua RTSP bilang, penahanan dan penangkapan Muhriyono sangat berlebihan karena ditangkap saat pulang dari lahan, dan diperlakukan seolah-olah berbahaya. Menurutnya, Muhriyono hanya petani kecil yang perjuangkan haknya. Maka tidak semestinya ditahan layaknya koruptor.
“Padahal, Pak Muhriyono tidak melarikan diri atau bersembunyi. Seharusnya ada pendekatan baik-baik, sesuai aturan. Seperti menunjukkan surat penangkapan dan penahanan, berdialog dengan keluarga, warga dan pendamping hukum untuk memberikan rasa aman dan tenang, bukan tindakan yang menyebabkan ketakutan bagi keluarga dan anggota petani lainnya,” katanya dalam keterangan tertulisnya kepada Indoklik, Kamis (20/6/2024).
Seperti diberitakan sebelumnya, Muhriyono adalah salah satu dari 800 kepala keluaga warga Pakel Banyuwangi yang tergabung di organisasi petani yaitu Rukun Tani Sumberejp Pakel (RTSP). Ia dijemput paksa oleh Kepolisian Resor Banyuwangi Minggu (9/6/2024) malam, lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Polresta Banyuwangi. Muhriyono dikenakan Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan.
Menurut Harun, Muhriyono tidak semestinya ditahan layaknya koruptor. Dia membeberkan, Rabu (12/6/2024) perwakilan dari Rukun Tani Sumberejo Pakel (RTSP), Keluarga, dan perwakilan dari Tekad Garuda telah mengirimkan Surat penangguhan penahanan Muhriyono terhadap Kapolresta Banyuwangi.
“Tetapi, sampai hari ini, 20 Juni 2024, belum ada kabar tentang pengajuan penangguhan penahanan pada Muhriyono,” ungkapnya.
Harun bilang, RTSP mendesak Kapolresta Banyuwangi untuk segera menjawab atas surat penangguhan penahan Muhriyono yang sudah kami kirimkan. Sebagai bentuk dari memberikan keadilan bagi Muhriyono yang tidak semestinya diperlakukan seperti itu.
RTSP, kata Harun, berharap kejadian seperti yang dialami Muhriyono dan tiga petani Pakel sebelumnya tidak terjadi lagi. Dia bilang, konflik agraria di Pakel segera diselesaikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), sebab RTSP telah melaporkan berkali-kali, dan selalu dijanjikan untuk diselesaikan segera.
“Kami memperjuangkan hak atas tanah hanya untuk tanah yang masuk Desa Pakel, yang secara sepihak dicaplok oleh HGU PT. Bumisari. ATR BPN sebagai pemberi izin harus hadir untuk menegakkan keadilan,” tegas Harun.
Warga yang tergabung dalam RTSP, jelasnya, adalah bagian dari warga negara Indonesia yang harus mendapatkan keadilan yang sama, tidak dibeda-bedakan dan pilih kasih.
Harun menilai, sejauh ini, pemerintah pilih kasih selalu membela perusahaan daripada nasib RTSP yang terdiri dari 800 orang petani kecil di Desa Pakel.
RTSP meminta Pemerintah terkait untuk berikan keadilan untuk petani Pakel dengan menghentikan segala intimidasi, kekerasan dan kriminalisasi pada kami.
“ATR BPN, BPN Banyuwangi segera selesaikan konflik agraria di tempat kami dan berikan hak atas tanah bagi kami sesuai dengan Undang-undang Dasar Indonesia 1945,” katanya.
Harun menegaskan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi agar tidak pilih kasih dengan membela perusahaan, harusnya Pemkab membela kami warga Pakel, Banyuwangi yang selalu susah karena tanah yang sempit di Desa kami dicaplok HGU perkebunan.
“Bubarkan tim penanganan konflik sosial, segera bentuk tim penyelesaian konflik agraria di Desa Pakel,” ujarnya.