Azan zuhur terdengar dari segala penjuru, Kamis (18/07/2024) siang itu. Dari jauh, tampak seorang perempuan berkerudung sedang merendam kain ke dalam wadah yang berisi air.
Dialah Rifqiyatul Muharram, pemilik Rihana Ecoprint di Dusun Tambung Laok, Desa Tobungan, Galis, Pamekasan. Ibu dua anak tersebut menyambut ramah kedatangan sejumlah Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Madura (Unira)
“Ini ecoprint hasil binaan saya di Bicorong, mereka yang melakukan proses printing kemarin. Ini sedang proses fiksasi, proses terakhir agar warna-warna daun yang ada tidak mudah luntur. Cukup direndam ke air tawas dan cuka, kalau sudah tinggal dijemur. Kemarin mereka meminta untuk dijadikan tas,” katanya, kepada Indoklik.
Rifqiatul berkarya dari rumahnya, sebelah timur Sekolah Dasar Negeri (SDN) Tobungan Dua ditemani anaknya. Dia mengungkapkan, bikin ecoprint dengan memanfaatkan tanaman di sekitar rumahnya. Halaman rumahnya ditanami tanaman-tanaman yang akan menjadi corak dan warna dari produk ecoprint.
Dia menjelaskan, ecoprint adalah cara mencetak lembar karya dari alam menggunakan daun dan pohon, bahan yang digunakan juga aman dan alami.
Menurutnya, tidak semua daun bisa digunakan untuk ecoprint. Apalagi banyak daun bagus tapi tak bisa ditanam di Madura, adanya di dataran tinggi. Kondisi tanah di Madura dan perubahan iklim membuat beberapa tanaman tidak tumbuh di Madura.
Rifqiyatul mengaku sering membeli daun eucalyptus dan daun afrika dari Malang. Di halamanya ia menanam beberapa tanaman seperti pohon lanang, kenari, papaya jepang, mindi, dan jarak ulung, serta jarak kepyar.
“Untuk harga mulai dari 100 ribu permeter menggunakan kain katun dan sutra. Semakin bagus kain, makin mahal pula harganya,” jelasnya.
Dibanding batik tulis, katanya, lebih bagus ecoprint karena menggunakan bahan-bahan dari alam, sedangkan batik dari bahan kimia. Hasil ecoprint juga tidak akan sama walau proses dan daun yang digunakan sama, jadi terlihat limited edition.
Rifqiyatul tidak hanya menjual kain ecoprint, tapi ada yang sudah jadi baju. “Ada beberapa produk kalau Rihana Handicraft menjual dompet dan tas, kalau Rihana Beauty menjual parfum dan deodorant, tapi masih dalam proses pengembangan. Saya juga menjual batik tulis, tapi enggak bikin sendiri. Saya prihatin melihat pengrajin batik. Sekarang banyak pindah ke produksi rokok, karena peminatnya sedang menurun,” pungkasnya.
Dia membeberkan, peminat ecoprint biasanya kalangan menengah keatas, karena harganya cukup mahal. Peminatnya orang dinas, dan pengusaha, serta kolektor. Pembuatan ecoprint kurang lebih satu minggu untuk bisa dijual. Rifqiyatul mengaku memasarkan produk ecoprintnya melalui media sosial dan platform belanja online.
“Omset saya tergantung pembeli. Bikin juga kadang sedikit, biasanya kalo ada pesanan, saya kerjakan. Bikin banyak juga kalau ada pameran. Pameran terakhir ke Jakarta. Kalau pameran kadang lima hari bisa hasil puluhan juta, kadang rugi di perjalanan,” jelas Rifqiatul.
Berkat kreatifitasnya bikin ecoprint, dia pernah meraih penghargaan UMKM Produktif, dalam ajang Madura Awards tahun 2022 se-Jawa Timur. Sampai saat ini, bebernya, menerima kurang lebih empat puluh penghargaan.
Dia menceritakan, memulai usaha ecoprint tahun 2018. Saat ini ia memiliki empat karyawan. Dua untuk proses pembuatan ecoprint, sisanya membantu proses penjahitan dari rumah masing-masing.
Usaha yang ditekuni baginya cukup mahal, karena ketika gagal belajar sendiri, ia harus mencari mentor ke Surabaya, Bali, Bogor, dan Jogja, serta luar negeri secara daring. Sampai saat ini ia masih sering ke Mojokerto untuk belajar. Menurutnya, ecoprint yang banyak diminati asal Madura dan Bogor, karena kualitas air dan kadar kapur di wilayah tersebut cukup rendah.
“Kalau dari pemerintah dulu sempat dapat mesin jahit. Saya pengurus UP2K sering memberi pelatihan-pelatihan ecoprint. Awalnya itu program sendiri tapi pemerintah tertarik, jadi mereka memasukkan binaanya, seperti perempuan nelayan dan petani. Di sini juga sering ada kursus untuk guru-guru, mereka memanfaatkan ini sebagai materi P5 Kurikulum Merdeka. Warga di Tobungan juga saya beri pelatihan untuk menjadi desa tematik ecoprint,” ujarnya.
Walaupun sering membuat pelatihan dan memunculkan UMKM serupa, Rifkiyatul mengaku ecoprintnya paling diminati. “Dulu Tahun 2021 di Musabaqah Tilawatil Qur`an tingkat Provinsi, marchandisenya memesan dari saya, sebanyak dua ribu,” ungkapnya.
Kamis (25/07/2024), Indoklik kembali mendatangi rumahnya. Hari itu, Indoklik mendapati Rifqiyatul dan Riska Fadilah, salah satu karyawan Rihana Ecoprint. Keduanya sedang memberikan materi dasar proses pembuatan ecoprint kepada mahasiswa KKN Unira.
“Saya sudah bekerja disini hampir 2 tahun, kalau lagi banyak pesanan saya ke sini,” ucap Riska sambil memetik daun jarak kepyar.
Menurut Rifqiyatul, setidaknya ada beberap tahapan dalam pembuatan ecoprint. Pertama, Scouring atau mencuci kain. Bisa pakai detergen agar bahan kimia yang melekat hilang dan warna daun bisa menyerap dengan sempurna.
Kedua, mordanting, penambahan unsur alum atau tawas, agar serat kain terbuka dan menyerap warna daun. Bahan tambahanya berupa soda kue, untuk memancing tanin-tanin daun masuk kekain, tunjung (biji besi) untuk mengubah warna kain jadi putih tulang, kapur CAOH2, kayu tengger, dan sodium asetat (pengganti cuka) untuk mecerahkan, serta TRO (turki trot oil).
“Untuk kain yang lebih tipis bahan pemordanan semakin sedikit agar kain tidak rusak,” jelasnya.
Menurutnya, proses pencampuaran bahan mordan tidak boleh sembarangan, harus runut. Mulai dari sodium asetat, soda kue, lalu tawas dicampurkan perlahan. Setelah itu tunjum, dan TRO, serta kapur.
“Pewarna yang saya gunakan juga berasal dari alam. Seperti kayu secang, tegeran, daun mangga, dan ketapang, serta daun jati,” katanya.
Ketiga, printing. Tahapan yang paling disukai. Tinggal menata daun ke atas kain, baluti dengan kain lalu gulung dengan plastik, kemudian dikukus minimal dua jam. Lebih lama, hasilnya lebih bagus.
Keempat, oksidasi. Proses setelah selesai dikukus, cukup dinginkan dengan alami. “Ini dilakukan untuk membuat serat-serat kain terbuka agar oksigen bisa masuk. Semakin lama proses oksidasi hasilnya akan semakin bagus,” ungkapnya.
Terakhir, fiksasi atau pencucian kain. Tahapan ini bisa menggunakan tawas agar warna yang terang bisa lebih pudar. Jika ingin menambah warna jadi lebih gelap bisa menggunakan tunjum.
“Bisa juga pakai cuka, supaya warna daunya lebih cerah. Kalau saya cukup air biasa, kadang downy biar harum,” terangnya.
Foto utama: Rifqiyatul Muharram sedang menjelaskan ecoprint. (Samroni/Indoklik)