Wawancara Tunggul, Pegiat Literasi di Banyuwangi
Budaya literasi di Banyuwangi masih punya banyak persoalan di lapangan. Perda Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perpustakaan harus dikaji ulang, agar peran-peran komunitas bisa lebih diakomodir untuk bisa menggerakkan partisipasi warga dalam mengembangkan taman baca masyarakat di pelosok-pelosok desa.
Bernama lengkap Tunggul Harwanto. Pria kelahiran 1987 ini mendedikasikan diri untuk pendidikan melalui Rumah Literasi Indonesia (RLI) sejak 2014 di Dusun Gunung Remuk, Desa Ketapang, Banyuwangi.
Namanya pernah tercatat di papan penghargaan: Juara I Nasional untuk Wilayah Jawa Timur, Bali, NTB dan Kalimantan- Gramedia Reading Communit Competition pada tahun 2018 dari Toko buku Gramedia dibawah naungan PT. Gramedia Asri Media. Juara I Nasional – Anugerah Jurnalisme Warga (AJW) pada 2019 dari BaleBengong berkolaborasi dengan Combine Resource Institution dan ICT Watch. Juara I Provinsi Jawa Timur– Video Kreatif Potensi Desa pada tahun 2019. Juara I Provinsi – Desa Literasi Inklusi – Satu Indonesia Awards dari Astra pada tahun 2020. Juara I Nasional – Film Dokumenter Pendidikan Kesetaraan pada tahun 2022 .
Perjalanan pendidikan formalnya terekam di SD Negeri 1 Melaya (1996 – 2001), SMP Negeri 1 Melaya (2001 – 2003), SMA Negeri 1 Melaya (2003 – 2005), DIII Keperawatan Stikes Banyuwangi (2005 – 2008), S1 Keperawatan Stikes Banyuwangi (2009 – 2011), S2 Kedokteran Keluarga, UNS Surakarta (2012 – 2014).
Tunggul juga aktif di Forum Komunikasi Organisasi Masyarakat Sipil sejak 2015 sampai sekarang, Dewan Pendidikan Kab. Banyuwangi untuk periode 2020 – 2025, United States Agency for International Development (USAID) bidang Economic Empowerment of Persons with Disabilities pada tahun 2021.
Dari 2017 sampai sekarang ia aktif sebagai Content Creator di Imaji Studio dan Trainer Sekolah Pengasuhan Berbasis Komunitas. Per Desember 2024 ia dipercaya menjadi Ketua Forum Taman Baca Masyarakat Kab. Banyuwangi sampai 2029.
Indoklik berkesempatan mewawancarai Tunggul Harwanto, via aplikasi percakapan, Senin (23/12/2024) guna membicarakan soal literasi di Banyuwangi.
##########
Apa Pendapat Anda Soal Literasi di Indonesia, Terutama di Banyuwangi?
Budaya literasi di Indonesia masih perlu terus dikembangkan karena kita masih punya banyak persoalan di lapangan. Baik soal akses bacaan berkualitas, infratrusktur perpus serta rendahnya kemampuan pengelola perpustakaan/taman baca dalam mengelola program peningkatan minat baca di masyarakat. Termasuk di Banyuwangi, yang masih punya persoalan tentang akses dan pengembangan program yang berdampak langsung ke masyarakat.
Terlebih lagi jika bicara tentang kebijakan, Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Perpustakaan sepertinya memang harus dikaji ulang, agar peran-peran komunitas bisa lebih diakomodir untuk bisa menggerakkan partisipasi warga dalam mengembangkan taman baca masyarakat di pelosok-pelosok desa.
Yang tak kalah penting di level kebijakan desa. Belum banyak Kades yang benar-benar memanfaatkan Dana Desa untuk mengoptimalkan perpustakaan desa. Padahal jika di desa terdapat pusat belajar masyarakat melalui taman baca, maka pemerintah sangat terbantu untuk meningkatkan budaya baca warganya.

Apa yang Mesti Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat (-Komunitas) Tentang Minat Literari di Banyuwangi?
Pemerintah, Komunitas dan Privat Sektor (Perusahaan) harus berkolaborasi untuk mendukung gerakan literasi yang lahir secara organik di masyarakat. Salah satu upayanya adalah dengan membuat Road Map (Peta Jalan) agar seluruh elemen bisa selaras dalam menjalankan misi peningkatan budaya literasi.
Bagaimana kondisi literasi lokalitas di Banyuwangi? Kaitannya dengan budaya dan kearifan lokal.
Kearifan lokal menjadi salah satu kunci keberhasilan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam literasi. Misal, hal yang menyangkut kebudayaan bisa menjadi sumber belajar yang syarat akan nilai-nilai luhur dan budi pekerti untuk membentuk identitas sebuah bangsa dan karakter warganya.
Namun, belum banyak yang bisa mendesain strategi pembelajaran di komunitas maupun layanan pemerintah, sehingga budaya dan kearifal lokal yang ada hanya dieksplorasi menjadi entitas pariwisata yang akhirnya terjebak untuk persoalan hiburan dan belanja, bukan bagaimana fokus pada proses belajar melalui pengalaman yang bermakna.
Mengapa Masyarakat Perlu Literasi?
Penguatan literasi sangat penting dilakukan, untuk mempercepat akselerasi pembangunan. Tanpa ada penguatan literasi ini akan mengakibatkan masyarakat terjebak dalam misinformasi, disinformasi, dan mal-informasi.
Sebagai Pegiat Literasi di Banyuwangi, Apa Tantangan dalam Menyelaraskan Pandangan Soal Literasi kepada Masayrakat, Lembaga Pendidikan di Era Digital Ini?
Tantangan utama adalah membongkar miskonsepsi literasi yang masih beredar di masyarakat, sehingga perlu upaya yang massif untuk mengkampanyekan gerakan literasi baik di masyarakat maupun di layanan pendidikan.
Salah satu contohnya, masih banyak yang menganggap bahwa buku menjadi satu-satunya sumber informasi. Padahal di era digital, sumber belajar menjadi semakin mudah dan cepat didapat. Hanya saja dibutuhkan keterampilan literasi digital agar tidak terjebak pada informasi yang salah.
Bagaimana Anda Memandang Literasi dan Kehidupan Sehari-hari bagi Masyarakat?
Masyarakat di era digital seperti saat ini semakin dekat dengan smartphone, sehingga daya baca saat ini sangat lemah. Itu sebabnya perlu ada strategi pendekatan yang baik agar anak-anak bisa memiliki pembiasaan melalui peran-peran taman baca di masyarakat. Penguatan Literasi ini sangat penting untuk membangun peradaban bangsa ke depan yakni bangsa yang mencintai literasi. Apalagi, menurut data Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia hanya mencapai 0,001% atau satu dari 1000 orang yang gemar membaca.
Bagaimana Cerita di Balik Terpilihnya Menjadi Ketua Forum Taman Baca Masyarakat Banyuwangi?
FTBM Banyuwangi periode 2019-2024 sudah berakhir, sehingga bulan Desember harus melaksanakan Musyawarah Daerah (Musda) untuk membentuk kepengurusn yang baru. Saya terpilih setelah melalui musyawarah dan mekanisme pemilihan menggunakan voting dengan seluruh anggota FTBM.
Menurut Data yang Anda miliki, Ada Berapa TBM yang Tergabung dalam FTBM Banyuwangi?
Sementara masih 37 TBM yang tersebar di beberapa kecamatan. Sementara untuk detailnya, saya masih belum dapat kiriman informasi tertulis dari pengurus.
Sebenarnya FTBM Banyuwangi ini terbentuk karena kepentingan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat atau PKBM yang diwajibkan punya taman baca. Sehingga sementara isinya didominasi oleh PKBM.
Makanya ke depan, program prioritas kami adalah menginventarisir ulang taman baca di PKBM dan komunitas, khususnya yang sudah berjejaring dengan Rumah Literasi Indonesia.

Apa yang Anda Rancang Setelah Ditunjuk Jadi Ketua FTBM Banyuwangi?
Dalam 100 hari ke depan kami akan menjalankan beberapa program priotiras. Pertama, kami akan menginventaris ulang jumlah taman baca/rumah baca/perpustakaan komunitas di Banyuwangi. Kedua, endesain Road Map (Peta Jalan) selama 5 tahun ke depan.
Ketiga, mengadakan peningkatan kapasitas bagi pengelola Taman Baca. Keempat, Mengakselerasi karya literasi dalam bentuk buku yang beriktan dengan praktik baik penggerak literasi di Banyuwangi. Kelima, membangun jejaring baik di tingkat Provinsi maupun Pusat untuk bisa mengembangkan program-program yang berdampak langsung bagi Taman Baca di Banyuwangi.
Apa yang Akan FTBM Banyuwangi Lakukan dalam Mempertahankan- Meningkatkan Literasi Gen Z, di Era Digital?
Pertama, memfasilitas berbagai pelatihan literasi digital agar membantu seseorang untuk mencari, menemukan, memilah, dan memahami informasi yang benar dan tepat. Kedua, menyiapkan ruang untuk mengekspesikan ide dan gagasannya melalui berbagai karya tulisan maupun produk audio visual. Ketiga, berkerjasama dengan sekolah untuk membangun kemitraan denga komunitas dalam rangka memperkaya pengalaman belajar di lapangan.
Apa Harapan Anda Dari Pemerintah dan Masyarakat untuk Mendukung FTBM dalam Peningkatan Literasi di Banyuwangi?
Kami berharap melalui kepengurusan yang baru ini bisa ikut serta dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Banyuwangi, khususnya terkait dengan kemampuan literasi masyarakat.
Selain itu, kami punya harapan untuk menjadikan taman baca atau rumah baca tidak hanya sebagai tempat mengkoleksi buku, tapi sebagai runag untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan warga dalam menyelesaikan masalah lingkungan yang ada. Da nyang tak kalah pentingnya, meng-upgrade taman baca agar bisa mandiri dengan memiliki fundraising melalui program Wirusaha Sosial.
Dilihat dari Latar Bekalangnya, Anda dari Kesahatan. Tapi Kini Fokus ke Peningkatan Literasi. Bagaimana Cerita Pepindahan Haluan Ini?
Latar belakang sih memang kesehatan dan saya pernah bekerja sebagai tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit di Banyuwangi selama kurang lebih satu tahun. Waktu itu 2009.
Pernah juga mengajar pendidikan kesehatan jasmani di Universitas PGRI Banyuwangi (UNIBA) tahun 2015 dan kesehatan masyarakat bidan dan perawat Universitas Bakti Indonesia di Banyuwangi tahun 2016.
Perpindahan haluan ini dimulai dari tahun 2012. Kala itu, saya pernah dapat kesempatan jadi volunteer melalui Kelas Inpirasi dengan menjadi guru di Desa Pesanggaran.
Di sana, saya menemukan kondisi pendidikan yang memprihatinkan. Anak-anak di sana kurang dapat akses pendidikan yang layak. Dari sana lah saya merasa terpanggil meskipun berlatarbelakang sebagai perawat.
Saya bersyukur bisa terlibat membersamai adik-adik di sana kala itu. Kegiatan waktu mendorong saya untuk terus bergerak kerelawanan. Niatnya, yang ingin berkontribusi untuk Banyuwangi. Jadi, minimal , pikir saya kala itu, harus punya ide dan gagasan untuk disumbangkan ke Banyuwangi.
Dan karena melihat itu, akhirnya saya berpikir dan bertekad untuk berjuang untuk anak-anak pelosok dapat akses pendidikan yang sama dan berkualitas.
Akhirnya, kami bikin gerakan literasi juga. Awalnya, diinisiasi oleh istriku, Nurul Hikmah. Kala itu, saya memang sudah ada bekal cara mengorganisir komuniatas, pengembangan program, bangun jejaring dan bagaimana pendekatan komunitas berbasis masyarakat.
Akhirnya, 2014 kami bulatkan tekad mengabdi melalui RLI. Dan saya meninggalkan pekerjaan di luar sejak beberapa tahun ini. Baik dosen maupun lainnya. Alhamdulillah, saya bahagia dengan pilihan saya untuk aktif di dunia literasi ini.

Adakah Tips Agar Senang Membaca Versi Anda?
Pertama cari dulu kesukaannya. Baru setelah itu, akan muncul pikiran untuk dapat informasi ya dengan cara cari bahan bacaan, salah satunya buku. Membaca tak harus yang berat-berat. Dimulai dari yang ringan-ringan. InsyaAllah setelah itu dilalui, cinta membaca atau literasi akan tumbuh dan membesar dengan sendirinya.
Apa yang Paling Anda Ingat Soal Pendirian RLI?
Kami akui, kami berdarah-darah untuk membangkitakn semangat literasi di komuniitas itu. Apalagi kami memulai dengan nol rupiah dan tidak ada bantuan dari pemerintah. Bahkan, RLI nyaris tidak pernah didukung oleh pemerintah. Tapi kami disini menyadari dan kembali ke niat awal, ingin berkontribusi untuk negeri dengan dimulai dari komunitas RLI di Ketapang Banyuwangi ini.
Dan kami punya pegangan: Memulai dengan ilmu, mengerjakan dengan ikhlas, menang dengan keberanian.
Foto: Tunggul Harwanto, Ketua Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM) Banyuwangi 2024-2029. (Dok. Tunggul)