Saya mencium bau tak sedap di area pendidikan di Pamekasan yang menyengat sejak pertengahan 2024 lalu. Ajunan –Rèng Attas– di Dinas Pendidikan dan Pemkab Pamekasan yang terhormat, apakah juga merasakan bau tak sedap itu?
Ajunan tidak perlu repot-repot menjawab, mohon ikhlaskan diri untuk luangkan waktunya membaca tulisan ini saja.
Sebagai putra daerah, saya sedari dulu bangga dengan sebutan Pamekasan sebagai “Kota Pendidikan”.
Ibarat bangunan, kebanggaan saya tentang itu seketika luluhlantak diterpa angèn bus-bus: berupa kabar adik-adik siswa di SDN Tamberu 2, Batumarmar harus “mengungsi” untuk belajar di rumah warga imbas dari penyegelan gedung sekolahnya.
Saya tidak bisa memastikan, apakah penciuman Ajunan mampu merasakan bau itu. Tapi saya meyakini, penciuman nurani Ajunan normal. Kalau tidak normal, tidak mungkin akan jadi rèng attas.
Saya sebenarnya juga menemukan komentar-komentar Ajunan di ragam pemberitaan media massa.
Ajunan tahu, berita tentang kasus tersebut seperti kaca pembesar yang, semakin ke sini semakin menampakkan partikel-partikel fakta yang menyebabkan bau tak sedap itu.
Izinkan saya menyampaikan fakta-fakta bau tak sedap itu. Agar lebih afdhol, saya setel jadi “alarm spesial” untuk membangunkan Ajunan -Rèng Attas- di Disdikbud dan Pemkab Pamekasan yang –mungkin – sedang tidur pulas.
Alarm pertama, SDN Tamberu 2 Disegel Warga yang Mengklaim Punya Lahan
Ajunan masa nggak tahu, kalau Gedung SDN Tamberu 2 tersebut sudah disegel sejak Juni 2024 oleh Ahmad Rasyidi, pihak yang mengaku punya hak milik lahannya? Kabarnya, sudah dua kali alami penyegelan. Penyegelan pertama dilakukan di bagian ruang gurunya, pada Senin (3/6/2024). Penyegelan kedua dilakukan pada Minggu (23/6/2024).
Rasyidi, dalam berita yang beredar, sebenarnya dia hanya ingin kejelasan soal kepemilikan lahan itu. Menurutnya, lahan itu warisan dari orangtuanya yang, sakarang jadi miliknya.
Bahkan, Rasyidi mendesak Ajunan untuk segera menggusur gedung di lahan yang diklaim miliknya, jika Pemkab Pamekasan tidak segera bisa beri kejelasan bukti dan penyelesaian sengketa tersebut.
Alarm kedua, Rasyidi dan Pemkab Pamekasan “Saling Klaim Punya Hak dan Bukti”
Saya bingung, sebenarnya tanah itu benar punya Rasyidi atau Pemkab Pamekasan.
Saya tidak punya kepentingan apapun tentang kasus ini. Saya hanya membayangkan; bagaimana nasib adik-adik siswa dan guru di sana, yang sudah hitungan bulan harus mengungsi untuk langsugkan KBM?
Sebab sejauh ini, yang saya tahu, siswa dan guru mengungsi untuk KBM, kalau tidak karena bangunan itu roboh dan kebanjiran karena bencana alam, atau rusak dimakan waktu.
Faktanya, bangunan SDN Tamberu 2 masih utuh. Kedua belah pihak (Rasyidi dan Disdikbud -Pemkab Pamekasan) juga utuh.
Tapi yang lebih membingungkan, satu sisi Rasyidi mengaku lahan yang ditempati Sekolah SDN Tamberu 2 tersebut merupakan tanah milik orangtuanya yang diwariskan kepadanya. Bahkan, dia juga mengaku punya bukti berupa Letter C tanah itu.
Rasyidi mengatakan, jika memang lahan itu milik pemerintah dan buktinya kuat, ia siap dilaporkan ke pihak berwajib karena sudah menutup kebutuhan umum.
Di sisi lain, Pemkab Pamekasan melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pamekasan, Syahrul Munir mengungkapkan, lahan tersebut telah menjadi milik pemerintah sudah lama, sekitar tahun tahun 70-an. Bahkan, sudah dicatat di buku inventaris dinas pendidikan setempat berdasarkan penguasaan sejak tahun tersebut.
Syahrul bilang, lahan itu sudah dianggap punya Pemkab Pamekasan atas dasar catatan yang ada di BPKAD. Akan tetapi, ia mengaku tidak punya bukti lain.
Pj Bupati Pamekasan, Masrukin mengatakan, ahli waris hanya mengklaim, belum bisa memberikan alat bukti secara legal lewat Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lahan it, katanya, sudah ditempati SDN Tamberu 2 sejak tahun 70-an.
Dia mengaku tidak bisa menjelaskan panjang lebar kalau tanah itu dalam proses sengketa.
Ahli waris, katanya, sah-sah saja mengklaim kepemilikan. Sebab Pemkab Pamekasan juga hanya punya bukti penguasaan fisik. Tapi klaim itu harus disertakan dengan bukti yang kuat.
Masrukin bilang, bukti bahwa lahan tersebut sudah menjadi milik Pemerintah, selain karena sudah tercatat di bagian aset, gedung sekolah tersebut tidak serta merta berdiri karena pasti ada prosesnya.
Dia bilang, untuk sertifikat itu wilayah kerjanya BPN. Kalau memang ahli waris yakin dan ada bukti soal kepemilikan tanah itu, katanya, bisa dibuktikan dengan ketentuan di BPN. Apa yang diinginkan oleh BPN, segera dipenuhi,” katanya.
Artinya, ini hanya soal bagaimana Ajunan di Disdikdbud dan Pemkab Pamekasan serta Rasyidi bertemu di persimpangan bukti kuat kepemilikan sesuai ketentuan yang benar dan bukti akurat juga terverifikasi.
Alarm ketiga, Dinas Pendidikan dan Pemkab Pamekasan Terkesan Abai
Ya, tak berlebihan jika saya sebut Disdikbud dan Pemkab Pamekasan terkesan abai. Sebab, Muhammad Alwi selaku Kadisdikbud Pamekasan mengatakan, berkaitan sertifikat lahan tersebut bukan ranahnya.
Pak Kepala Dinas yang terhormat, saya tahu Ajunan tidak berhak buat sertifikat tanah, sebab tugas Ajunan memang urus pendidikan di Pamekasan.
Tapi, Pak, SDN Tamberu 2 itu lembaga pendidikan yang berada di wilayah Pamekasan.
Artinya, sekolah negeri seperti SDN Tamberu 2 itu, ada di bawah naungan Ajunan. Jadi, persoalan di sana, juga perlu sentuhan cara Ajunan yang bijak, bukan malah ko ini ko itu.
Memangnya, keberlangsungan pendidikan di SDN Tamberu 2 itu urusan Dinas apa di Pamekasan? Apakah Ajunan pernah sampai ke sana dan melihat langsung adik-adik saya yang harus ngemper belajar di teras-teras rumah warga? Apa yang membekas di ingatan Ajunan dari kunjungan itu? Atau, Ajunan belum sempat -tidak mau- ke sana?
Dalam hal ini, baiknya Ajunan bisa menujukkan upaya sat set, atau minimal sit-ngirsit dikit, nggak papa. Agar pihak yang bertanggungjawab di bagian sertifikat tanah –aset negara- di Pamekasan untuk segera membuktikan secara nyata soal kepemilikan itu.
Ajunan juga bilang, bahwa sertifikat itu ranahnya desa dan menyilakan Rasyidi untuk urus ke pemdes setempat.
Pak Kadis, sebenarnya Rasyidi bilang bahwa dirinya sudah berusaha membuat sertifikat tanah, tetapi beberapa pihak terkait tidak bisa diajak kerja sama untuk melengkapi persyaratan pembuatan sertifikat. Seperti pihak sekolah yang enggan untuk menandatangani surat pernyataan bahwa lahan tersebut tidak dalam sengketa.
Ajunan juga bilang, sudah memerintahkan Kepala Sekolah SDN Tamberu 2 untuk betermu dengan ahli waris supaya segel tersebut dibuka. Pertanyaannya, apakah Ajunan sudah memastikan, pihak sekolah benar-benar datang ke pihak Rasyidi? Lalu, bagaimana hasil dari petermuan itu?
Masrukin, Pj Bupati Pamekasan meminta masalah tersebut diselesaikan di bawah. Bahkan mengaku sudah menjembatani dengan cara meroling Pj kepala desa di sana.
Masrukin menegaskan, sudah meroling Pj Kadesnya supaya komunikasinya tetap berjalan dan tidak ada yang tersakiti di bawah. Urusan komunikasi oleh ahli waris dengan kepala desa yang merasa di persulit, di bagian apa kan begitu? Apa memang di komunikasi, atau di pelayanan dan sebagainya? Karena pemkab tidak punya data yang otentik di wilayah status tanah.
Alarm keempat, Siswa dan Guru SDN Tamberu 2 Terlantar
Gerimis menyapa bumi Kecamatan Batumarmar dan sekitarnya pagi jelang siang hari itu. Siswa kelas lima SDN Tamberu 2 tampak khidmad menyimak pembelajaran dari gurunya.
“Coba, siapa yang bisa jawab pertanyaan bu guru? Apa isi dari salah satu alinea keempat dalam UUD 45?”, Bu Guru Aisyah, salah satu guru SDN Tamberu 2 mencoba untuk memantik ingatan siswanya.
“Saya, Bu. Saya, Bu. Saya, Bu.” Semua siswa di kelas lima serentak acungkan tangan berebut untuk hendak menunjukkan kecerdasannya guna uraikan isi alinea keempat di UUD 45 tersebut.
Hujan turun semakin deras. Semua siswa menurunkan tangannya dan berhamburan pergi ke teras rumah warga yang menampung mereka belajar sejak Juni 2024.
“Hujannya semakin deras, cepat ambil sepatunya, nak, khawatir basah atau terhanyut genangan air.” Bu Guru Aisyah langsung meminta anak-anak didiknya untuk segera selamatkan sepatunya masing-masing.
Bu Guru Aisyah tidak menagih jawaban kepada para siswanya. Ia meminta anak-anak kelas lima untuk berkumpul di bawah atap yang jah dari tempias air hujan. Pembelajaran terpaksa diberhentikan hari itu.
Ajunan –rèng attas– coba bayangkan, peristiwa itu terjadi di depan Ajunan.
Cerita itu sengaja saya buat dan disuguhkan di sini. Meskipun cerita itu rekaan, tapi saya sandarkan ke penyampaian Suraying, salah satu wali siswa SDN Tamberu 2 yang bilang “Kasihan, anak-anak yang sekolah di SD itu harus belajar di rumah warga. Kalau hujan bagaimana nasib mereka?”
Bahkan, gegara masalah sengketa lahan tersebut belum ada kejelasan, dia menyebut Pemkab Pamekasan tak lagi memperhatikan pendidikan.
Alarm kelima, Wali Siswa Berencana Pindahkan Anaknya ke Sekolah Lain
Ajunan juga perlu tahu, wali siswa sudah mulai hampir putus asa. Sebab anaknya sudah lebih dari dua bulan mengungsi di rumah warga untuk belajar.
Keresahan itu, sampai memantik niat dari Suraying berencana akan memindahkan anaknya ke sekolah lain. Pasalnya, tidak tega melihat anaknya harus ‘mengungsi’ untuk belajar di rumah warga imbas gedung sekolahnya disegel sejak Juni 2024 lalu.
“Kalau tidak kunjung ada penyelesaian saya akan memindahkan anak saya ke sekolah lain, biar bisa bersekolah dengan layak,” katanya.
Bahkan, Juhar, wali siswa lainnya sampai pernah turun tangan coba lakukan konfirmasi sebagai upaya kepedulian mereka terhadap masalah tersebut.
“Tanggal 23 Agustus kemarin, kami sudah melakukan audiensi. Pertama saya datang ke polres. Tapi polres melempar audit kami ke Disdik. Setelah audiensi ke Disdik, ternyata Disdik tidak mau tahu, karena itu ranahnya aset katanya. Lalu bagaimana nasib anak kami di sekolah ini?” terangnya.
Dia dan wali siswa lainnya, sempat berencana membuka segel itu secara paksa. Namun khawatir akan menimbulkan bentrok dengan pihak ahli waris, sehingga niat itu dirungkan.
Ajunan tahu, wali siswa di sana, katanya, tidak bisa berbuat banyak. Sebab yang bertanggungjawab untuk itu (Dinas Pendidikan Pamekasan), justru belum lakukan langkah jelas. Buktinya, siswa SDN Tamberu 2 masih diungsikan di rumah warga untuk terus bisa melangsungkan kegiatan belajarnya.
Alarm keenam, Predikat “Kota Pendidikan” Pamekasan Hanya di Atas Kertas
Pak Dinas Pendidikan dan Pemkam Pamekasan, ini perlu jadi atensi buat Ajunan. Gegara masalah ini, Tokoh Pendidikan di Pamekasan, Shohibuddin, sampai bilang “Kota Pendidikan” hanya di atas kertas.
Dia juga bilang, Dinas Pendidikan dan Pemkab Pamekasan dianggap lucu jika tak mampu menyelesaikan masalah tersebut.
Shohib pun bilang, Pemkab Pamekasan gagal dalam pendidikan jika tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Jika Pemkab Pamekasan punya bukti kepemilikan, katanya, lebih baik segera tunjukkan.
Shohibuddin juga minta Masrukin, PJ Bupati Pamekasan setempat segera turun tangan atasi sengketa lahan SDN Tamberu 2 di Kecamatan Batumarmar.
Dia menyebut, masalah sengketa lahan SDN Tamberu 2 adalah PR besar yang belum diselesaikan oleh Kadisdikbud sebelumnya, waktu masih Pak Zaini. Karena itu, kepemimpinan Pak Alwi mestinya merangkul.
Shohibuddin mendesak Pemkab Pamekasan segera memberikan bukti fisik kepemilikannya, jika memang ada.
Dengan cara itu, katanya, maka semua pihak bisa tahu dan yakin kebenarannya. Sehingga tidak terjadi saling tarik menarik kebenarannya. Atau sebaliknya. Pihak yang mengklaim punya hak milik, untuk segera dibuktikan.
Saya rasa, alarm keenam sudah jadi alarm yang terakhir untuk membangunkan Ajunan dan membacakan kabar gembira dari Shohibuddin tentang masalah ini:
Baik, Ajunan bisa ambil napas dan minum dulu. Mari saya bantu eja kabar itu.
Oh, mau baca sendiri?
Baiklah, silakan. Kata Shohibuddin, Ajunan “jangan korban pendidikan dalam persoalan ini”
Gimana, Ajunan mau bergegas selesaikan masalah ini atau masih mau tidur lagi setelah baca ini?
Mau bergegas atau tidur lagi, itu hak Ajunan.Tapi, apakah alarm ini tidak cukup buat Ajunan cengar?
Meskipun belum bisa bikin cengar dan mau tidur lagi, bermimpi lalu mengigau “Halah, buat apa sibuk-sibuk mikirin sengketa SDN Tamberu 2, toh nanti akan selesai pada waktuya” padahal belum lakukan langkah jelas.
Wahai Rèng Attas, segera bangun dari tidur pulasnya. Mungkin cara tidur Ajunan terlalu miring.
Ilustrasi: Alarm untuk Disdikbud dan Pemkab Pamekasan.(Desain Canva- Gafur/Indoklik)