Air Mutlak untuk Bawaslu Pamekasan yang Mungkin Mau Nyassa Kaos Merek Tauhid, Kharisma, dan Berbakti

Penulis: Abd Gafur*

Memimpin itu bisa bernilai ibadah. Andaikan beribadah melalui jalur birokrasi itu harus menutup aurat seperti hendak shalat, maka pakainyan yang dikenankan harus dalam kondisi suci.

Beberapa jam sebelum menulis ini, saya wiridan story watsap. Betapa kagetnya ketika lensa mata menangkap story teman yang isinya sebuah link berita berjudul “2 Calon Bupati Pamekasan Dilaporkan Bagi-bagi Uang dan Sembako”.

Sebagai manusia yang depan belakang luar dalam Mekkasan Dhoddho’, saya terdorong untuk membacanya dan jempol kanan pun gercap mengklik link itu.

Saat membaca lead  atau teras berita itu, dahi mengernyit seketika. Kok bisa? Ya, karena teras berita itu menjelaskan bahwa Bawaslu Pamekasan menerima aduan terkait adanya dua calon yang membagikan uang dan beras kepada warga. Kedua calon itu adalah Fattah Jasin (Calon Bupati dari Paslon Tauhid-01) dan Muhammad Bakir Aminatullah-akrab disapa Ra Baqir (Calon Bupati dari Paslon Berbakti-03).

Dalam berita itu dijelaskan; Pertama, Fattah Jasin diadukan karena terekam membagikan uang pecahan Rp 50.000 kepada sekelompok perempuan di sebuah rumah. Kedua, Ra Baqir dan calon wakilnya, Taufadi dikabarkan membagikan beras dan sembako kepada masyarakat di sejumlah tempat yang berbeda.

Ketiga, Bawaslu Pamekasan telah meregistrasi adanya temuan bagi-bagi amplop dan stiker paslon nomor urut 2, Kholilurrahman-Sukriyanto (Kharisma), di sebuah acara.

Membaca berita itu, saya pun berselancar melalui mesin pencarian dengan kata kunci khusus. Dari kata “uang, sembako, stiker, beras, bagi-bagi amlop, Paslon Bupati-Wakil Bupati Pamekasan, sampai sikap Bawaslu Pamekasan”. Hasilnya, saya menemukan beberapa berita terkait.

Ibaratnya kaos (-atau baju juga boleh), dari berita itu, tak berlebihan jika saya bilang bahwa mau merek Tauhid, Kharisma, sampai Berbakti, tiga kaos itu (-mungkin) sudah kotor dan perlu dicuci dengan air. Agar nantinya tidak hanya bersih, tentu suci (misal noda itu bersifat najis) dan bisa dipakai untuk ibadah, maka nyassa(mencuci)nya harus pakai air mutlak.

Ibadah? Maksudnya? Ya, jadi pemimpin kan bagian dari cara seseorang untuk beribadah –mengabdikan diri kepada masyarakat- jalur birokrasi.

Memimpin itu bisa bernilai ibadah. Andaikan beribadah melalui jalur birokrasi itu harus menutup aurat seperti hendak shalat, maka pakainyan yang dikenankan harus dalam kondisi suci.

Disclaimer dulu, di sini saya tidak mau morok kètab fiqih bab tata cara shalat dan segala aspeknya, tidak. Jadi, pembaca tak perlu berharap tulisan ini akan mengeluarkan dalil dari ragam mazhab.

Kembali ke tiga kaos tadi. Ulasan di atas tentang aduan dugaan pelanggaran yang dilakukan kandidat pilkada, dari video bagi-bagi amplop, uang sampai sembako itu kita sebut saja noda.

Namanya noda, ya, ada baiknya dibersihkan dulu. Nah, noda di atas, saya anggap sebagai noda bandel yang perlu dibilas dengan air. Noda itu bisa saja itu yang sifatnya najis. Maka, air mutlak (tulisan ini) ini bisa juga dipakai untuk menyucikannya.

Air mutlak yang saya sediakan di sini, sedikit. Tidak sampai dua kolla. Tapi kalau hanya untuk nyassa (mencuci) tiga kaos kotor itu, kemungkinan cukup. Makanya, saya bagi-bagi ke tiga ember saja biar adil. Sakonik èbâng! Jhâ’ rebbhuân! Tiap ember saya kasih label.

Ember Pertama: Pernyataan Bawaslu Pamekasan

Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Pamekasan, Suryadi, menjelaskan bahwa dua aduan itu disertai dengan bukti-bukti rekaman video.

Dia pun menyatakan “Akan kami teliti terlebih dahulu apakah layak aduan itu menjadi sebuah temuan dan adanya dugaan pelanggaran,” ujar Suryadi, Jumat (1/11/2024).

Suryadi menambahkan, khusus aduan paslon yang membagikan sembako, pihaknya akan mengecek terlebih dahulu apakah sudah ada tindak lanjut dari Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam).

“Semua aduan itu setelah kami lakukan penelitian, akan kami lakukan rapat pleno Bawaslu. Jika layak jadi temuan, agar diregistrasi untuk diplenokan kembali,” imbuhnya.

Menurut Suryadi, dibutuhkan waktu selama seminggu untuk melakukan penelitian atas aduan tersebut.

Dan masih dibutuhkan lagi waktu seminggu untuk memastikan aduan itu adalah temuan. “Butuh waktu dua minggu untuk menentukan apakah ada pelanggaran atau tidak aduan itu,” ungkapnya.

Bawaslu Pamekasan sebelumnya juga telah meregistrasi adanya temuan bagi-bagi amplop dan stiker paslon nomor urut 2, Kholilurrahman-Sukriyanto, di sebuah acara.

Menurut Suryadi, temuan ini menunggu hasil rapat pleno kedua bersama penegakan hukum terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Pamekasan.

Ember Kedua : Pasal-Pasal Terkait

Kaitannya dengan adanya aduan–bahkan tanpa ada aduan sekalipun, Bawaslu Pamekasan juga Paslon Tauhid, Kharisma dan Berbakti sampai pendukungnya, penting untuk menengok kembali tentang pasal-pasal ini.

  1. Pasal 280 Ayat (1) huruf h: Melarang penggunaan tempat ibadah untuk kampanye. Kampanye di acara yang bersifat keagamaan, seperti tahlilan, termasuk pelanggaran terhadap pasal ini.
  2. Pasal 280 Ayat (1) huruf j: Melarang pelaksanaan kampanye dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye, yang termasuk dalam praktik politik uang.
  3. Pasal 523 Ayat (2): Menyatakan bahwa pelanggaran terkait politik uang dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 4 tahun dan denda maksimal Rp48 juta.

Ember Ketiga : Dalil Tentang Haramnya Money Politic dan Kawanannya Itu Sahih

Mau dari dalil agama maupun hukum negara (kepemiluan), namanya money politic  dan kawannya itu masuk perbuatan haram. Saya melihat jejak kandidat, sepertinya semuanya berlatarbelakang agama Islam yang secara jelas mengajarkan bahwa money politic  itu haram dan ada dalilnya, sebab masuk kategori suap menyuap.

Tak hanya itu, semua paslon punya latar belakang: santri, minimal santri (alumnus) madrasah-langgar. Bahkan, ada yang bagian dari pesantren, yang di Madura sendiri, jadi tumpuan untuk belajar  agar bisa selamat dari jebakan pola hidup yang tidak baik- agar tidak berprilaku-makan yang haram.

Nah, ketiga kandidat ini, ibarat seperti hendak mau shalat berjemaah, dan kebelet jadi imam. Tapi masih ada noda di kaosnya, bahkan bisa jadi noda itu sifatnya, najis.

Lalu, bagaimana nasib shalat berjemaah itu nantinya bila dimpimpin oleh imam yang pakai kaos kotor, bahkan kemungkinan najis? Kalau kotor saja, tapi tidak najis, ya, kan tidak enak dipandang. Sementara kalau noda itu bersifat najis, bukankan diantara syarat sahnya shalat itu pakaian dikenakan harus dalam kondisi suci?

Pelanggaran yang disebut-sebut di awal tulisan ini ibarat noda yang mungkin bersifat najis (misalnya), ya, mungkin bisa dikategorikan najis mutawassitoh (sedang). Maka, air mutlak yang tiga ember ini sudah cukup untuk sekadar mencuci-menyucikan kaos kotor itu.

Katakannlah noda bandel itu sifatnya masih masuk najis sedang. Lalu, bagaimana jika kaos merek Tauhid, Berbakti, dan Kharisma sampai terkena noda yang masuk kategori najis mughalladzah (berat)? Bukan apa-apa, kalau itu terjadi, karena harus dibasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah atau debu.

Tidak bisa membayangkan, bila kabupaten berjuluk Kota Gerbang Salam ini, akan dipimpin oleh sosok yang halalkan segala cara (misalnya) dalam memenuhui hasrat-ingin berkuasa-nya.

Menurut pembaca (khususnya Bawaslu Bawaslu Pamekasan juga Paslon Bupati-Wakil Bupati Pamekasan dan pendukungnya), apakah air mutlak ini cukup untuk nyassa tiga kaos itu?

Kalau tidak cukup, ya, penyelenggara dan pengawas kepemiluan (KPU-Bawaslu) Pamekasan mungkin masih punya mata air sendiri. Atau setidaknya punya cadangan air-dan sifatnya masih-mutlak di sumur independesinya untuk nyassa kaos tiga merek itu. Semoga. Itu pun kalau mau, ta’ sengka, tor mangghâ.

Ilustrasi: Deretan kaos Merek Tauhid, Kharisma, dan Berbakti yang terkena noda. (Gafur-Canva)

*Pemuda yang lahir dan besar di Pamekasan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *